Jumat, 29 Juni 2012

menghidupkan 10 malam terakhir bulan suci ramadhan


Menghidupkan 10 Malam Terakhir Ramadhan
Courtesy of http://alsofwa.or.id
Disebarkan dalam bentuk Ebook di
Maktabah Abu Salma al-Atsari
http://dear.to/abusalma
TENTANG SEPULUH HARI TERAKHIR BULAN RAMADHAN
alam Shahihain disebutkan, dari Aisyah radhiallahu
'anha, ia berkata :
"Bila masuk sepuluh (hari terakhir bulan Ramadhan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengencangkan kainnya menjauhkan diri dari menggauli strinya), menghidupkan malamnya dan membangunkan Keluarganya. " Demikian menurut lafazh Al-Bukhari. Adapun lafazh Muslim berbunyi : "Menghidupkan malam(nya), membangunkan keluarganya, dan bersungguh-sungguh serta mengencangkan kainnya.Dalam riwayat lain, Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah radhiallahu ’anha : "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersungguh-sungguh dalam sepuluh (hari) akhir (bulan Ramadhan), hal yang tidak beliau lakukan pada bulan lainnya. " Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengkhususkan sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dengan amalan-amalan yang tidak beliau lakukan pada bulan-bulan yang lain, di antaranya:

1. Menghidupkan malam: Ini mengandung kemungkinan bahwa beliau menghidupkan seluruh malamnya, dan kemungkinan pula beliau menghidupkan sebagian besar daripadanya. Dalam Shahih Muslim dari Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata: "Aku tidak pernah mengetahui Rasulullah shallallahu alaihi wasallam shalat malam hingga pagi." Diriwayatkan dalam hadits marfu' dari Abu Ja'far Muhammad bin Ali : "Barangsiapa mendapati Ramadhan dalam keadaan sehat dan sebagai orang muslim, lalu puasa pada siang harinya dan melakukan shalat pada sebagian malamnya, juga menundukkan pandangannya, menjaga kemaluan, lisan dan tangannya, serta menjaga shalatnya secara berjamaah dan bersegera berangkat untuk shakat Jum'at; sungguh ia telah puasa sebulan (penuh), menerima pahala yang sempurna, mendapatkan Lailatul Qadar serta beruntung dengan hadiah dari Tuhan Yang Mahasuci dan Maha tinggi. " Abu Ja 'far berkata: Hadiah yang tidak serupa dengan hadiah-hadiah para penguasa. (HR. Ibnu Abid-Dunya).
2. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membangunkan keluarganya untuk shalat pada malam-malam sepuluh hari terakhir, sedang pada malam-malam yang lain tidak. Dalam hadits Abu Dzar radhiallahu 'anhu disebutkan: "Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam melakukan shalat bersama mereka (para sahabat) pada malam dua puluh tiga (23), dua puluh lima (25), dan dua puluh tujuh (27) dan disebutkan bahwasanya beliau mengajak (shalat) keluarga dan isteri-isterinya pada malam dua puluh tujuh (27) saja. " Ini menunjukkan bahwa beliau sangat menekankan dalam membangunkan mereka pada malam-malam yang diharapkan turun Lailatul Qadar di dalamnya.
At-Thabarani meriwayatkan dari Ali radhiallahu 'anhu :
"Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membangunkan keluarganya pada sepuluh akhir dari bulan Ramadhan, dan setiap anak kecil maupun orang tua yang mampu melakukan shalat. "
Dan dalam hadits shahih diriwayatkan : "Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengetuk (pintu) Fathimah dan Ali radhiallahu 'anhuma pada suatu malam seraya berkata: Tidakkah kalian bangun lalu mendirikan shalat ?" (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Beliau juga membangunkan Aisyah radhiallahu 'anha pada malam hari, bila telah selesai dari tahajudnya dan ingin melakukan (shalat) witir.
Dan diriwayatkan adanya targhib (dorongan) agar salah seorang suami-isteri membangunkan yang lain untuk melakukan shalat, serta memercikkan air di wajahnya bila tidak bangun). (Hadits riwayat Abu Daud dan lainnya, dengan sanad shahih.) Dalam kitab Al-Muwaththa' disebutkan dengan sanad shahih, bahwasanya Umar radhiallahu 'anhu melakukan shalat malam seperti yang dikehendaki Allah, sehingga apabila sampai pada pertengahan malam, ia membangunkan keluarganya untuk shalat dan mengatakan kepada mereka:
"Shalat! shalat!" Kemudian membaca ayat ini : "Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. " (Thaha: 132).
3. Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengencangkan kainnya. Maksudnya beliau menjauhkan diri dari menggauli isteri-isterinya. Diriwayatkan bahwasanya beliau tidak kembali ke tempat tidurnya sehingga bulan Ramadhan berlalu. Dalam hadits Anas radhiallahu 'anhu disebutkan : "Dan beliau melipat tempat tidurnya dan menjauhi isteri-isterinya (tidak menggauli mereka). Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam beri'tikaf pada malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Orang yang beri'tikaf tidak diperkenankan mendekati (menggauli) isterinya berdasarkan dalil dari nash serta ijma'. Dan
"mengencangkan kain" ditafsirkan dengan bersungguhsungguh dalam beribadah.
4. Mengakhirkan berbuka hingga waktu sahur. Diriwayatkan dari Aisyah dan Anas uadhiallahu 'anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada malam-malam sepuluh (akhir bulan Ramadhan) menjadikan makan malam (berbuka)nya pada waktu sahur.Dalam hadits marfu' dari Abu Sa'id radhiallahu 'anhu, ia berkata :
"Janganlah kalian menyambung (puasa). Jika salah seorang dari kamu ingin menyambung (puasanya) maka hendaknya ia menyambung hingga waktu sahur (saja). " Mereka bertanya: "Sesungguhnya engkau menyambungnya wahai Rasulullah ?"Beliau menjawab: "Sesungguhnya aku tidak seperti kalian. Sesungguhnya pada malam hari ada yang memberiku makan dan minum. "(HR. Al-Bukhari)
Ini menunjukkan apa yang dibukakan Allah atas beliau
dalam puasanya dan kesendiriannya dengan Tuhannya, oleh
sebab munajat dan dzikirnya yang lahir dari kelembutan dan
kesucian beliau. Karena itulah sehingga hatinya dipenuhi Al-
Ma'ariful Ilahiyah (pengetahuan tentang Tuhan) dan Al-
Minnatur Rabbaniyah (anugerah dari Tuhan) sehingga
mengenyangkannya dan tak lagi memerlukan makan dan
minum.
5. Mandi antara Maghrib dan Isya'. Ibnu Abi Hatim
meriwayatkan dari Aisyah radhiallahu 'anha : "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam jika bulan Ramadhan (seperti
biasa) tidur dan bangun. Dan manakala memasuki sepuluh
hari terakhir beliau mengencangkan kainnya dan menjauhkan diri dari (menggauli) isteri-isterinya, serta
mandi antara Maghrib dan Isya."
Ibnu Jarir rahimahullah berkata, mereka menyukai mandi
pada setiap malam dari malam-malam sepuluh hari terakhir. Di antara mereka ada yang mandi dan menggunakan wewangian pada malam-malam yang paling diharapkan turun Lailatul Qadar.
Karena itu, dianjurkan pada malam-malam yang diharapkan
di dalamnya turun Lailatul Qadar untuk membersihkan diri,
menggunakan wewangian dan berhias dengan mandi
(sebelumnya), dan berpakaian bagus, seperti dianjurkannya
hal tersebut pada waktu shalat Jum'at dan hari-hari raya.
Dan tidaklah sempurna berhias secara lahir tanpa dibarengi
dengan berhias secara batin. Yakni dengan kembali (kepada
Allah), taubat dan mensucikan diri dari dosa-dosa. Sungguh,
berhias secara lahir sama sekali tidak berguna, jika ternyata
batinnya rusak. Allah tidak melihat kepada rupa dan tubuhmu, tetapi Dia
melihat kepada hati dan amalmu. Karena itu, barangsiapa
menghadap kepada Allah, hendaknya ia berhias secara
lahiriah dengan pakaian, sedang batinnya dengan taqwa.
Allah Ta'ala berfirman :
"Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan
kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling
baik. " (Al-A'raaf: 26).
6. I'tikaf. Dalam Shahihain disebutkan, dari Aisyah radhiallahu
'anha : Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
senantiasa beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir dari
Ramadhan, sehingga Allah mewafatkan beliau. "
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melakukan i'tikaf pada
sepuluh hari terakhir yang di dalamnya dicari Lailatul Qadar
untuk menghentikan berbagai kesibukannya, mengosongkan
pikirannya dan untuk mengasingkan diri demi bermunajat
kepada Tuhannya, berdzikir dan berdo'a kepada-Nya.
Adapun makna dan hakikat i'tikaf adalah:
Memutuskan hubungan dengan segenap makhluk untuk
menyambung penghambaan kepada AI-Khaliq.
Mengasingkan diri yang disyari'atkan kepada umat ini yaitu
dengan i'tikaf di dalam masjid-masjid, khususnya pada bulan
Ramadhan, dan lebih khusus lagi pada sepuluh hari terakhir
bulan Ramadhan. Sebagaimana yang telah dilakukan Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam.
Orang yang beri'tikaf telah mengikat dirinya untuk taat
kepada Allah, berdzikir dan berdo'a kepada-Nya, serta
memutuskan dirinya dari segala hal yang menyibukkan diri
dari pada-Nya. Ia beri'tikaf dengan hatinya kepada
Tuhannya, dan dengan sesuatu yang mendekatkan dirinya kepada-Nya. Ia tidak memiliki keinginanlain kecuali Allah dan
ridha-Nya. Sembga Alllah memberikan taufik dan inayah-Nya
kepada kita. (Lihat kitab Larhaa'iful Ma'aarif, oleh Ibnu
Rajab, him. 196-203)
I’TIKAF1
Makna I’tikaf
I’tikaf berasal dari bahasa Arab yang bermakna berdiam diri
pada sesuatu. Kata ini dipakai juga untuk ibadah dengan tinggal
dan menetap dimasjid untuk beribadah dan mendekatkan diri
kepada Allah. Pelaku ibadah ini dinamakan Mu’takif atau ‘Aakif.
Hikmah I’tikaf
Adapun hikmahnya berkata ibnul Qayim: “Ketika perbaikan dan
keistiqomahan hati dalam berjalan menuju Allah tergantung
konsentrasinya terhadap Allah dan kesatuan kekuatannya dalam
menghadap Allah secara penuh. Lalu jika hati terpecah tidak
dapat disatukan kecuali dengan menghadap kepada Allah,
padahal kelebihan makan dan minum, kelebihan bergaul dengan
manusia, banyak ngomong dan tidur menambah hati berantakan
dan memporak porandakannya serta memutus atau
melemahkan atau mengganggu dan menghentikan hati dari
jalan kepada Allah. Maka rahmat Allah kepada hambaNya
menuntut disyariatkan puasa untuk mereka. Puasa yang dapat
menghilangkan kelebihan makan dan minum dan mengosongkan
hati dari campuran syahwatyang menghalangi jalan kepada
1 Khusus ar tikel ini diambil dari makalah Ustadz Khalid Syamhudi . Allah mensyariatkannya sesuai dengan kemaslahatan
yang dapat bermanfaat bagi hamba didunia dan akheratnya.
Tentunya hal ini tidka merugikan dan memutus kemaslahatan
dunia dan akheratnya seorang hamba.
Kemudian mensyariatkan mereka I’tikaf yang tujuan dan intinya
adalah hati tinggal menghadap Allah, menyatukan kekuatannya,
berkholwat dengan Nya, menghilangkan kesebukan dengan
makhluk dan hanya sibuk menghadap Allah saja.
Pensyariatannya
I’tikaf disyariatkan Allah dalam firmanNya:
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari shiyam bercampur
dengan isteri-isteri kamu, mereka itu adalah pakaian, dan kamu
pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui
bahwasannya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu
Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka
sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah
ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang
bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian
sempurnakanlah shiyam itu sampai malam,(tetapi) janganlah
kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid.
Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia,
supaya mereka bertaqwa. (Al Baqoroh 187)
Demikian juga hal ini diolakukan Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa
Salam sebagaimana dikisahkan oleh hadits dibawah ini.
Nabi ber i’tikaf di sepuluh akhir dari romadhon sampai wafat
kemudian istri-istri beliau beri’tikaf setelahnya. (Bukhori 1886)
I’tikaf adalah ibadah yang disunnahkan untuk dilakukan pada
bulan Romadhon dan selainnya, baik didahului dengan puasa
atau tidak, akan tetapi yang paling utama di bulan Ramadhon
dan disepuluh hari terakhir sebagaimama dijelaskan haditshadits
berikut ini.
Sesungguhnya Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Salam telah
beri’tikaf disepuluh hari pertengahanromadhon lalu I’tikaf pada
tahun tersebut sampai pada malam keduapuluh satu yaitu
malam beliau keluar I’tikaf dipaginya beliau berkata barang
siapa yang beri’tikaf bersamaku maka hendaklah beri’tikaf di
sepuluh terakhir. (Bukhori 1887)
dan perintah dan persetujuan beliau kepada Umar dalam hadits :
Dari Umar bin Khothab beliau berkata: wahai Rasululloh saya
pernah bernazar dizaman jahiliyah untuk I’tikaf satu malam di
masjid haram. Lalu beliau menjawab: tunaikan nazarmu. Lalu
Umar beri’tikaf semalam.”
Syarat Dan tempatnya
I’tikaf hanya boleh dilakukan dimasjid dan tidak keluar darinya
kecuali hajat dan darurat. Tidak boleh dilakukan pada selain
masjid. Sebagaimana firman Allah:
janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf
dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu
mendekatinya. (Al Baqoroh 187)
Hal-hal Yang Diperbolehkan Dalam I’tikaf.
1. Boleh keluar masjid karena hajat dan boleh juga
mengeluarkan kepalanya keluar masjid untuk dicuci atau
disisiri. Aisyah berkata:
Nabi jika beri’tikaf mengeluarkan kepalanya kepada saya lalu
saya sisiri, dan beliau tidak keluar kecuali untuk hajat
(kebutuhan). (Muslim).
2. Dibolehkan berwudhu dimasjid.
3. Boleh membuat kemah kecil atau kamar kecil dengan kain di
bagian belakang masjid sebagai tempat beri’tikaf,
sebagaimana Aisyah membuat kemah kecil untuk Nabi
beri’tikaf.
4. Dibolehkan meletakkan kasur atau dipan dalam I’tikaf,
sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Umar dari Nabi, bahwa
beliau jika beri’tikaf disiapkan atau diletakkan kasur atau
dipan dibelakang tiang taubah.[1]
5. Boleh mengantar istrinya yang mengunjungunya dimasjid
sampai pintu masjid. Dengan dalil:
Shofiyah berkata bahwa beliau dating menziarahi nabi dalam
I’tikaf beliau di sepuluh akhir romadhon lalu berbincang-bincang
dengan beliau beberapa saat, kemudian bangkit pulang.
Rasulullohpun bangkit bersamanya mengantar sampai ketika di
pintu masjid didekat pintu rumah Ummu Salamah, lewatlah dua
orang anshor, lalu keduanya memberi salam kepada Nabi dan
beliau berkata kepada keduanya: “perlahan, sesungguhnya dia
adalah shofiuyah bintu Huyaiy. Lalu keduanya berkata:
“Subhanallah, wahai Rasululloh” dan keduanya menganggap hal yang besar.( Bukhori).
6. Wanita boleh beri’tikaf dimasjid selama aman dari f itnah,
dengan dalil:
Nabi beri’tikaf di sepuluh akhir dari romadhon sampai wafat kemudian istri-istri beliau beri’tikaf setelahnya. (Bukhori 1886)
Demikianlah sedikit pembahasan tentang I’tikaf yang dilakukan
pada sepuluh hari terakhir dari romadhon. Kemudian pada akhir
romadhon dan diawal syawal ada kewajiban zakat fitroh.
UMRAH DI BULAN RAMADHAN
Umrah di bulan Ramadhan memiliki pahala yang amat besar,
bahkan sama dengan pahala haji. Dalam Shahih nya, Imam Al-
Bukhari meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Umrah di bulan Ramadhan menyamai haji, atau beliau
bersabda, haji bersamaku. "
Tetapi wajib diketahui, meskipun umrah di bulan Ramadhan
berpahala menyamai haji, tetapi ia tidak bisa menggugurkan
kewajiban haji bagi orang yang wajib melakukannya.
Demikian pula halnya shalat di Masjidil Haram Makkah dan di
Masjid Nabawi Madinah pahalanya dilipatgandakan,
sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih :
"Shalat di masjidku ini lebih baik dari seribu (kali) shalat di
masjid-masjid lain, kecuali Masjidil Haram. "
Dalam riwayat lain disebutkan: "Sesungguhnya ia lebih utama. "
(HR, Al- Bukhari, Muslim dan lainnya)
LAILATUL QADAR
Allah Ta 'ala berf irman :
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) saat
Lailatul Qadar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah
Lailatul Qadar itu? Lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan.
Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril
dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala uuusan. Malam itu
(penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. "(Al-Qadr: 1-5),
Allah memberitahukan bahwa Dia menurunkan Al-Qur'an pada
malam Lailatul Qadar, yaitu malam yang penuh keberkahan.
Allah Ta'ala berfirman :
"Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang
diberkahi."(Ad-Dukhaan: 3)
Dan malam itu berada di bulan Ramadhan, sebagaimana firman
Allah Ta 'ala :
"Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-
Qur'an. "(Al-Baqarah: 185).
Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu berkata :
"Allah menurunkan Al-Qur'anul Karim keseluruhannya secara
sekaligus dari Lauh Mahfudh ke Baitul'Izzah (langit pertama)
pada malam Lailatul Qadar. Kemudian diturunkan secara
berangsur-angsur kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
sesuai dengan konteks berbagai peristiwa selama 23 tahun."
Malam itu dinamakan Lailatul Qadar karena keagungan nilainya
dan keutamaannya di sisi Allah Ta 'ala. Juga, karena pada saat
itu ditentukan ajal, rizki, dan lainnya selama satu tahun,
sebagaimana firman Allah : "Pada malam itu dijelaskan segala
urusan yang penuh hikmah." (Ad-Dukhaan: 4).
Kemudian, Allah berfirman mengagungkan kedudukan Lailatul
Qadar yang Dia khususkan untuk menurunkan Al-Qur'anul
Karim: "Dan tahukah kama apakah Lailatul Qadar itu?" ( Lihat
Tafsir Ibnu Katsir, 4/429.)
Selanjutnya Allah menjelaskan nilai keutamaan Lailatul Qadar
dengan firman-Nya: "Lailatul Qadar itu lebih baik dari pada
seribu bulan. "
Maksudnya, beribadah di malam itu dengan ketaatan, shalat,
membaca, dzikir dan do'a sama dengan beribadah selama seribu
bulan, pada bulan-bulan yang di dalamnya tidak ada Lailatul
Qadar. Dan seribu bulan sama dengan 83 tahun 4 bulan.
Lalu Allah memberitahukan keutamaannya yang lain, juga
berkahnya yang melimpah dengan banyaknya malaikat yang
turun di malam itu, termasuk Jibril 'alaihis salam. Mereka turun
dengan membawa semua perkara, kebaikan maupun keburukan
yang merupakan ketentuan dan takdir Allah. Mereka turun
dengan perintah dari Allah. Selanjutnya, Allah menambahkan keutamaan malam tersebut dengan firman-Nya :
"Malam itu (penuh) kesejahteraan hingga terbit fajar" (Al-
Qadar: 5)
Maksudnya, malam itu adalah malam keselamatan dan kebaikan
seluruhnya, tak sedikit pun ada kejelekan di dalamnya,
sampai terbit fajar. Di malam itu, para malaikat -termasuk
malaikat Jibril- mengucapkan salam kepada orang-orang
beriman.
Dalam hadits shahih Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
menyebutkan keutamaan melakukan qiyamul lail di malam
tersebut. Beliau bersabda :
"Barangsiapa melakukan shalat malam pada saat Lailatul Qadar
karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih)
Tentang waktunya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda : "Car ilah Lailatul Qadar pada (bilangan) ganjil dar i
sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. " (HR. Al-Bukhari,
Muslim dan lainnya).
Yang dimaksud dengan malam-malam ganjil yaitu malam dua
puluh satu, dua puluh tiga, dua puluh lima, dua puluh tujuh, dan
malam dua puluh sembilan. Adapun qiyamul lail di dalamnya
yaitu menghidupkan malam tersebut dengan tahajud, shalat,
membaca Al-Qur'anul Karim, dzikir, do'a, istighfar dan taubat
kepada Allah Ta 'ala. Aisyah radhiallahu 'anha berkata, aku bertanya: "Wahai
Rasulullah, apa pendapatmu jika aku mengetahui lailatul Qadar,
apa yang harus aku ucapkan di dalamnya?"
Beliau menjawab, katakanlah : "Ya Allah, sesungguhnya Engkau
Maha Pengampun, Engkau mencintai Pengampunan maka
ampunilah aku. " (HR. At-Tirmidzi, ia berkata, hadits hasan
shahih).
Pelajaran dari surat Al-Qadr :
1. Keutamaan Al-Qur'anul Karim serta ketinggian nilainya, dan
bahwa ia diturunkan pada saat Lailatul Qadar.
2. Keutamaan dan keagungan Lailatul Qadar, dan bahwa ia
menyamai seribu bulan yang tidak ada Lailatul Qadar di
dalamnya.
3. Anjuran untuk mengisi kesempatan-kesempatan baik seperti
malam yang mulia ini dengan berbagai amal shalih.
Jika Anda telah mengetahui keutamaan-keutamaan malam yang
agung ini, dan ia terbatas pada sepuluh hari terakhir bulan
Ramadhan maka seyogyanya Anda bersemangat dan
bersungguh-sungguh pada setiap malam dari malam-malam
tersebut, dengan shalat, dzikir, do'a, taubat dan istighfar.
Mudah-mudahan dengan demikian Anda mendapatkan Lailatul
Qadar, sehingga Anda berbahagia dengan kebahagiaan yang
kekal yang tiada penderitaan lagi setelahnya Di malam-malam
tersebut, hendaknya Anda berdo'a dengan do'a-do'a bagi
kebaikan dunia-akhirat, di antaranya :
1. "Ya Allah, perbaikilah untukku agamaku yang merupakan
penjaga urusanku, dan perbaikilah untukku duniaku yang di
dalamnya adalah kehidupanku, dan perbaikilah untukku
akhiratku yang kepadanya aku kembali, dan jadikanlah
kehidupan (ini) menambah untukku dalam setiap kebaikan,
dan kematian menghentikanku dari setiap kejahatan. Ya
Allah bebaskanlah aku dari (siksa) api Neraka, dan
lapangkanlah untukku ritki yang halal, dan palingkanlah
daripadaku kefasikan jin dan manusia, wahai Dzat Yang
Hidup dan terus menerus mengurus (makhluk-Nya)"
2. "Wahai Tuhan kami, berikanlah kepada kami kebaikan di
dunia dan kebaikan di akhirat dan jagalah kami dari siksa
Neraka. Wahai Dzat Yang Hidup lagi terus menerus
mengurus (makhluk-Nya), wahai Dzat Yang Memiliki
Keagungan dan Kemulyaan. "
3. "Ya Allah, sesungguhnya aku memohon hal-hal yang
menyebabkan (turunnya) rahmat-Mu, ketetapan ampunan-
Mu, keteguhan dalam kebenaran dan mendapatkan segala
kebaiikan, selamat dari segala dosa, kemenangan dengan
(mendapat) Surga serta selamat dari Neraka. Wahai Dzat
Yang Maha Hidup dan terus menerus mengurusi makhluk-
Nya, Wahai Dzat yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan."
4. "Ya Allah, aku memohon kepada-Mu pintu-pintu kebajikan,
kesudahan (hidup) dengannya serta segala yang
menghimpunnya, secara lahir-batin, di awal maupun di
akhirnya, secara terang- terangan maupun rahasia. YaAllah,
kasihilah keterasinganku di dunia dan kasihilah kengerianku
di dalam kubur serta kasihilah berdiriku di hadapanmu kelak
di akhirat. Wahai Dzat Yang Mahahidup, yang memiliki
Keagungan dan Kemuliaan. "
5. "Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu petunjuk,
ketakwaan, 'afaaf (pemeliharaan dari segala yang tidak baik)
serta kecukupan. "
6. "Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun,
mencintai pengampunan maka ampunilah aku. "
7. "Ya Allah, aku mengharap rahmat-Mu maka janganlah
Engkau pikulkan (bebanku) kepada diriku sendiri meski
hanya sekejap mata, dan perbaikilah keadaanku seluruhnya,
tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. "
8. "Ya Allah, jadikanlah kebaikan sebagai akhir dari semua
urusan kami, dan selamatkanlah kami dari kehinaan dunia
dan siksa akhirat. "
9. "Ya Tuhan kami, terimalah (permohonan) kami,
sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui, wahai Dzat Yang Maha Hidup, yang memiliki
keagungan dan kemuliaan. "
"Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada Nabi
Muhammad, segenap keluarga dan para sahabatnya. "
BERPISAH DENGAN RAMADHAN
isebutkan dalam Shahihain sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu 'anhu,
bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa puasa bulan Ramadhan karena iman dan
mengharap pahala dar i (Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya
yang telah lalu. "
Dan dalam Musnad Imam Ahmad dengan sanad hasan
disebutkan: "Dan (dosanya) yang Kemudian. "
"Barangsiapa mendirikan shalat pada malam Lailatul Qadar,
karena iman dan mengharap pahala dari Allah niscaya diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu, dan barangsiapa mendirikan
shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap
pahala dari (Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah
lalu." An-Nasa'i menambahkan: "Diampuni dosanya, baik yang
telah lalu maupun yang datang belakangan. "
Ibnu Hibban dan A1Baihaqi meriwayatkan dari Abu Sa'id, bahwa
Rasulullah shallallahu 'alihi wasallam bersabda :
"Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan dan mengetahui
batas-batasnya (ketentuan -ketentuannya) serta memelihara
hal-hal yang harus dijaga, maka dihapus dosanya yang telah
lalu. "
Ampunan dosa tergantung pada terjaganya sesuatu yang harus
dijaga seperti melaksanakan kewajiban-kewajiban dan
meninggalkan segala yang haram. Mayoritas ulama berpendapat
bahwa ampunan dosa tersebut hanya berlaku pada dosa-dosa
kecil, hal itu berdasarkan hadits riwayat Muslim, bahwasanya
Nabi shallallahu 'alihi wasallam bersabda:
"Shalat lima waktu, Jum'at sampai dengan Jum'at berikutnya
dan Ramadhan sampai Ramadhan berikutnya adalah penghapus
dosa yang terjadi di antara waktu-waktu tersebut, selama dosadosa
besar ditinggalkan. "
Hadits ini memiliki dua konotasi :
Pertama : Bahwasanya penghapusan dosa itu terjadi dengan
syarat menghindari dan menjauhi dosa-dosa besar.
Kedua : Hal itu dimaksudkan bahwa kewajiban-kewajiban
tersebut hanya menghapus dosa-dosa kecil. Sedangkan jumhur
ulama berpendapat, bahwa hal itu harus disertai dengan taubat
nashuha (taubat yang semurni-murninya) .
Hadits Abu Hurairah di atas menunjukkan bahwa tiga faktor ini
yakni puasa, shalat malam di bulan Ramadhan dan shalat pada
malam Lailatul Qadar, masing-masing dapat menghapus dosa
yang telah lampau, dengan syarat meninggalkan segala bentuk
dosa besar.
Dosa besar adalah sesuatu yang mengandung hukuman tertentu
di dunia atau ancaman keras di akhirat; seperti zina, mencuri,
minum arak, melakukan praktek riba, durhaka terhadap orang
tua, memutuskan tali keluarga dan memakan harta anak yatim
secara zhalim dan semena-mena.
Dalam firman-Nya, Allah Ta 'ala menjamin orang-orang yang
menjauhi dosa besar akan diampuni semua dosa kecil mereka:
"Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang
kamu dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus
kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosa kecilmu) dan Kami
memasukkanmu ke tempat yang mulia (Surga). "(An-Nisaa':
31).
Barangsiapa melaksanakan puasa dan amal kebajikan lainnya
secara sempurna, maka ia termasuk hamba pilihan. Barangsiapa
yang curang dalam pelaksanaannya, maka Neraka Wail pantas
untuknya. Jika Neraka Wail diperuntukkan bagi orang yang
mengurangi takaran di dunia, bagaimana halnya dengan
mengurangi takaran agama.
Ketahuilah bahwa para salafus shalih sangat bersungguhsungguh
dalam mengoptimalkan semua pekerjaannya, lantas
memperhatikan dan mementingkan diterimanya amal tersebut
dan sangat khawatir jika ditolak. Mereka itulah orang-orang
yang diganjar sesuai dengan perbuatan mereka sedangkan
hatinya selalu gemetar (karena takut siksa Tuhannya).
Mereka lebih mementingkan aspek diterimanya amal daripada
bentuk amal itu sendiri, mengenai hal ini Allah Ta 'ala berf irman:
"Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orangorang
yang bertaqwa. " (Al-Maa'idah:27).
Oleh karena itu mereka berdo'a (memohon kepada Allah)
selama 6 (enam) bulan agar dipertemukan lagi dengan bulan
Ramadhan, kemudian berdo'a lagi selama 6 (enam) bulan
berikutnya agar semua amalnya diterima.
Banyak sekali sebat-sebab didapatnya ampunan di bulan
Ramadhan oleh karena itu barangsiapa yang tidak mendapatkan
ampunan tersebut, maka sangatlah merugi. Nabi Shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
"Jibril mendatangiku seraya berkata; 'Barangsiapa yang
mendapati bulan Ramadhan, lantas tidak mendapatkan
ampunan, kemudian mati, maka ia masuk Neraka serta
dijauhkan Allah (dari rahmat-Nya). 'Jibril berkata lagi;'Ucapkan
amin' maka kuucapkan, 'Amin.' " (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu
Khuzaimah)
Ketahuilah saudaraku, bahwasanya puasa di bulan Ramadhan,
melaksanakan shalat di malam harinya dan pada malam Lailatul
Qadar, bersedekah, membaca Al-Qur'an, banyak berdzikir dan
berdo'a serta mohon ampunan dalam bulan mulia ini merupakan
sebab diberikannya ampunan, jika tidak ada sesuatu yang
menjadi penghalang, seperti meninggalkan kewajiban ataupun
melanggar sesuatu yang diharamkan. Apabila seorang muslim
melakukan berbagai faktor yang membuatnya mendapat
ampunan dan tiada sesuatu pun yang menjadi penghalang
baginya, maka optimislah untuk mendapatkan ampunan. Allah
Ta 'ala berfirman :
" Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang
bertaubat, beriman dan beramal shalih, kemudian tetap dijalan
yang benar. " (Thaaha : 82).
Yakni terus melakukan hal-hal yang menjadi sebab didapatnya
ampunan hingga dia mati. Yaitu keimanan yang benar, amal
shalih yang dilakukan semata-mata karena Allah, sesuai dengan
tuntunan As-Sunnah dan senantiasa dalam keadaan demikian
hingga mati. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu apa yang
diyakini (ajal)." (AI-Hijr: 99).
Di sini Allah tidak menjadikan batasan waktu bagi amalan
seorang mukmin selain kematian.
Jika keberadaan ampunan dan pembebasan dari api neraka itu
tergantung kepada puasa Ramadhan dan pelaksanaan shalat di
dalamnya, maka di kala hari raya tiba, Allah memerintahkan
hamba-Nya agar bertakbir dan bersyukur atas segala nikmat
yang telah dianugerahkan kepada mereka, seperti kemudahan
dalam pelaksanaan ibadah puasa, shalat di malam larinya,
pertolongan-Nya terhadap mereka dalam nelaksanakan puasa
tersebut, ampunan atas segala dosa dan pembebasan dari api
Neraka.
Maka sudah selayaknya bagi mereka untuk memperbanyak
dzikir, akbir dan bersyukur kepada Tuhannya serta selalu,
bertaqwa kepada-Nya dengan sebenar-benar ; ketaqwaan.
Allah Ta'ala berfirman :
"Dan hendaklah kama mencukupkan bilangannya dan hendaklah
kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan
kepadamu supaya kamu bersyukur. "(Al-Baqarah: 185).
Wahai para pendosa -demikian halnya kita semua, janganlah
kamu berputus asa dari rahmat Allah, karena perbuatanperbuatan
jelekmu. Alangkah banyak orang sepertimu
yangdibebaskan dari Neraka dalam bulan ini, berprasangka
baiklah terhadap Tuhanmu dan bertaubatlah atas segala
dosamu, karena sesungguhnya Allah tidak akan membinasakan
seseorang pun melainkan karena ia membinasakan dirinya
sendiri. Allah Ta 'ala berfirman:
"Katakanlah: "Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas
terhadap diri mereka sendiri, janganlah kama berputus asa dari
rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa
semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagr i
Maha Penyayang. (Az-Zumar: 53).
Sebaiknya puasa Ramadhan diakhiri dengan istighfar
(permohonan ampun), karena istighfar merupakan penutup
segala amal kebajikan; seperti shalat, haji dan shalat malam.
Demikian pula dengan majlis-majlis, sebaiknya ditutup
dengannya. Jika majlis tersebut merupakan tempat berdzikir
maka istighfar adalah pengukuh baginya , namun jika majlis
tersebut tempat permainan maka istighfar berfungsi sebagai
pelebur dan penghapus dosa. (Lihat kitab Lathaaiful-Ma'aarif;
oleh Ibnu Rajab, hlm. 220-228)
PERINGATAN :
Sebagian orang apabila datang bulan Ramadhan, mereka
bertaubat, mendirikan shalat dan melaksanakan badah puasa.
Namun jika Ramadhan lewat mereka kembali meninggalkan
shalat dan melakukan perbuatan maksiat. Mereka inilah
seburuk-buruk manusia, karena mereka tidak mengenal Allah
kecuali di bulan Ramadhan saja. Tidakkah mereka tahu bahwa
pemilik bulan-bulan itu adalah Satu, berbagai bentuk
kemaksiatan adalah haram di setiap waktu dan Allah Maha
Mengetahui setiap gerak-gerik mereka di mana saja dan kapan
saja. Maka sebaiknya mereka cepat-cepat bertaubat nashuha,
yakni dengan meninggalkan berbagai bentuk kemaksiatan,
menyesalinya dan bertekad untuk tidak mengulanginya di masa
mendatang, sehingga taubatnya diterima Allah dan diampuni
segala dosanya. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orangorangyang
beriman supaya kamu beruntung. (An-Nuur: 31).
Dan dalam ayat yang lain Allah Ta 'ala berf irman :
" Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah
dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan
kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan
memasukkan kamu ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai " (At-Tahrim: 8).
Barangsiapa mohon ampunan kepada Allah dengan lisannya,
namun hatinya tetap terpaut dengan kemaksiatan dan bertekad
untuk kembali melakukannya selepas Ramadhan, lalu dia benarbenar
melaksanakan niatnya tersebut, maka puasanya tertolak
dan tidak diterima.
Aku mohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya,
Dzat yang tiada Tuhan yang haq kecuali Dia, Yang Maha hidup
dan Berdiri Sendiri. Tuhanku, ampunilah dosaku dan terimalah
taubatku karena sesungguhnya hanya Engkaulah Yang Maha
Menerima taubat dan Maha Penyayang. Ya Allah aku telah
berbuat banyak kezhaliman terhadap diriku sendiri dan tiada
yang dapat mengampuni dosa melainkan Engkau, maka
ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu dan rahmatilah
aku, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha
Penyayang. Semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan
kepada Nabi Muhammad, segenap keluarga dan para sahabat
beliau.
CATATAN PENTING
Pada bulan Ramadhan tidak sedikit orang yang membuat
berbagai variasi pada menu makanan dan minuman
mereka. Walaupun hal itu diperbolehkan, tetapi tidak
dibenarkan israf (erlebih-lebihan) dan melampaui batas. Justeru
seharusnya adalah menyederhanakan makanan dan minuman.
Allah Ta 'ala berf irman :
"Makan dan minumlah dan janganlah kalian berbuat israf
(berlebih-lebihan), sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang
yang berbuat israf. " (Al-A'raaf: 31),
Ayat ini termasuk pangkal ilmu kedokteran. Sebagian salaf
berkomentar: "Allah mengklasifikasikan seluruh ilmu kedokteran
hanya dalam setengah ayat," lantas membacakan ayat ini.
(Lihat Tafsir Ibnu Katsir 2/210.)
Ayat ini menganjurkan makan dan minum yang merupakan
penopang utama bagi kelangsungan hidup seseorang, kemudian
melarang berlebih-lebihan dalam hal tersebut karena dapat
membahayakan tubuh. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Makanlah, minumlah, berpakaianlah dan bersedekahlah tanpa
disertai dengan berlebih-lebihan dan kesombongan. " (HR. Abu
Daud dan Ahmad, Al-Bukhari meriwayatkannya secara mu'allaq)
Nabi shallallahu halaihi wasallam bersabda lagi :
1 'Tiada tempat yang lebih buruk, yang dipenuhi anak Adam
daripada perutnya, cukuplah bagi mereka beberapa suap yang
dapat menopang tulang punggungnya (penyambung hidupnya)
jika hal itu tidak bisa dihindar i maka masing-masing sepertiga
bagian untuk makanannya, minumnya dan nafasnya. " (HR.
Ahmad, An-Nasaa'i, Ibnu Majah dan At-Tfrmidzi, beliau
berkomentar: Hadits ini Hasan, dan hadits ini merupakan dasar
utama bagi semua dasar ilmu kedokteran). (Lihat Al Majmu'atul
Jalilah, hlm. 452.)
Malik bin Dinar radhiallahu'anhu berkata: "Tidak pantas bagi
seorang mukmin menjadikan perutnya sebagai tujuan utama,
dan nafsu syahwat mengendalikan dirinya."
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata: "Jika Anda
menghendaki badan sehat dan tidur sedikit, maka makanlah
sedikit saja."
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Sungguh, di antara yang paling aku khawatirkan menimpa
kamu sekalian adalah nafsu yang menyesatkan dalam perut dan
kemaluanmu serta hal-hal yang dapat menyesatkan hawa nafsu.
" (HR.Ahmad).
Ketahuilah, bahwa dampak teringan akibat berlebih-lebihan
dalam makan dan minum adalah banyak tidur dan malas
melaksanakan shalat tarawih serta membaca Al-Qur'an, balk di
waktu malam atau di siang hari. Barangsiapa yang banyak
makan dan minumnya, maka akan banyak tidurnya sehingga
tidak sedikit kerugian yang menimpanya
Karena ia telah menyia-nyiakan detik-detik Ramadhan yang
mulia dan sangat berharga yang tidak dapat digantikan dengan
waktu lain serta tidak ada yang menyamainya. Ketahuilah
bahwa waktumu terbatas dan detak nafasmu terkalkulasi rapi,
sedangkan dirimu nanti akan dimintai pertanggungjawaban atas
waktumu, dan kamu akan diganjar atas perbuatan yang kamu
lakukan di dalamnya. Maka janganlah sekali-kali kamu menyianyiakannya
tanpa amal perbuatan dan jangan kamu biarkan
umurmu pergi percuma, terutama pada bulan dan musim yang
mulia dan agung ini.
Jika diperhatikan, banyak manusia yang menghabiskan
siang hari di bulan Ramadhan hanya untuk tidur
mendengkur, sementara malamnya mereka habiskan
untuk mengobrol dan bermain-main, sehingga mereka tidak
merasakan puasa sedikit pun bahkan tidak sedikit yang
meninggalkan shalat berjamaah -semoga Allah menunjukinya.
Hal ini mengandung bahaya dan kerugian yang sangat besar
bagi mereka, karena Ramadhan adalah musim segala ibadah
seperti melaksanakan shalat, puasa, membaca Al-Qur'an, dzikir,
berdo'a dan mohon ampunan. Ramadhan merupakan bilangan
hari, yang berlalu dengan cepat dan menjadi saksi ketaatan bagi
2. orang-orang yang taat, sekaligus sebagai saksi bagi para tukang
maksiat atas semua perbuatan maksiatnya.
Seyogyanya setiap muslim selalu memanfaatkan waktunya
dalam hal-hal yang berguna, janganlah memperbanyak makan
di malam hari dan tidur di slang hari, jangan pula menyianyiakan
sedikit pun waktunya tanpa berbuat amal shalih atau
mendekatkan diri kepada Tuhannya.
Diriwayatkan dari Hasan Al-Bashri rahimahullah, bahwasanya ia
berkata:
"Sesungguhnya Allah Ta'ala menjadikan bulan Ramadhan
sebagai saat untuk berlomba-lomba dalam amal kebajikan dan
bersaing dalam melakukan amal shalih. Maka satu kaum
mendahului lainnya dan mereka menang, sedangkan yang lain
terlambat dan mereka pun kecewa."
Ketahuilah bahwa slang dan malam hari itu merupakan gudang
bagi manusia yang sarat dengan simpanan amal baik atau
buruknya. Kelak pada hari Kiamat akan dibuka gudang ini untuk
(diperlihatkan dan diserahkan kepada) pemiliknya. Orang-orang
yang bertakwa akan mendapati simpanan mereka berupa
penghargaan dan kemuliaan, sedangkan orang-orang pendosa
yang menyia-nyiakan waktunya akan mendapatkan kerugian
dan penyesalan.
Sebagian orang malah begadang sepanjang malam,
yang hal tersebut hanya membawa dampak negatif, baik
berupa obrolan kosong, permainan yang tidak ada
manfaatnya ataupun keluyuran di jalanan.
Mereka makan sahur di pertengahan malam dan tertidur
sehingga tidak melaksanakan shalat Shubuh berjamaah. Dalam
hal inl banyak hal-hal yang dilarang, di antaranya adalah:
a. Begadang tanpa manfaat, padahal Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam sangat membenci tidur sebelum shalat Isya' dan
berbicara sesudahnya, kecuali dalam hal-hal yang baik,
sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Ibnu Mas'ud :
"Tidak diperkenankan bercakapcakap di malam hari kecuali
bagi orang yang sedang mengerjakan shalat atau sedang
bepergian. " (HR. Ahmad, As-Suyuti menandainya sebagai
hadits hasan).
b. Tersia-siakannya waktu yang amat mahal di bulan
Ramadhan dengan percuma, padahal manusia akan merugi
sekali dari setiap waktunya yang berlalu tanpa diisi dengan
dzikir sedikit pun kepada Allah.
c. Mendahulukan sahur sebelum saat yang dianjurkan dan
disunnahkan yakni di akhir malam sebelum fajar.
d. Dan musibah terbesar adalah ia tertidur hingga
meninggalkan shalat Shubuh tepat pada waktunya dengan
berjamaah, padahal pahalanya sebanding dengan
3. melaksanakan shalat separuh malam bahkan semalam
suntuk, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat
Utsman radhiallahu 'anhu bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Barangsiapa mendir ikan shalat Isya' dengan
berjamaah;maka ia bagaikan melaksanakan shalat separuh
malam; dan barangsiapa shalat shubuh berjamaah maka ia
bagaikan shalat semalam suntuk. " (HR. Muslim).
Oleh karena itu, mereka yang selalu mengakhirkan shalat dan
bermalas-malasan dalam melaksanakannya serta menghalangi
dirinya sendiri dari keutamaan dan pahala shalat berjamaah
yang agung berarti memiliki sifat-sifat orang munafik.
Allah Ta 'ala berfirman : "Sesungguhnya orang-orang munafik
itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka; Dan
apabila mereka mendirikan shalat mereka mendirikannya
dengan malas." ( An-Nisaa': 142).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya shalat yang terberat bagi orang-orang munaf ik
adalah shalat Isya' dan Shubuh, jika mereka mengetahui
pahalanya, niscaya mereka mendatanginya kendatipun dengan
merangkak." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Maka sudah selayaknya -terutama di bulan Ramadhan- setiap
muslim segera tidur setelah melaksanakan shalat tarawih, lain
secepatnya bangun di akhir malam, kemudian shalat malam dan
menyibukkan diri dengan dzikir, do'a, istighfar dan taubat
sebelum dan seusai sahur hingga shalat fajar.
Tetapi lebih utama lagi jika ia habiskan malam harinya dengan
membaca dan mempelajari Al-Qur'an, sebagaimana yang telah
dilakukan Nabi shallallahu a'alaihi wasallam bersama Jibril
'alaihis salam.
Allah Ta'ala memuji dan menyanjung orang-orang yang
memohon ampunan di akhir malam, sebagaimana dalam f irman-
Nya : "Mereka sedikit sekali ridur di malam hari, dan di akhirakhir
malam mereka memohon ampunan kepada Allah). " (Adz-
Dzaariyaat:17-l8).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah Ta'ala turun ke
langit dunia setiap malam sewaktu malam tinggal sepertiga
bagian akhir, lantas berfirman, 'Barangsiapa berdo'a akan Aku
kabulkan. Barangsiapa yang memohon pasti Aku perkenankan.
Barangsiapa minta ampun niscaya Aku mengampuninya, hingga
terbit fajar. " (HR. Muslim)
Maka sudah sepantasnya bagi setiap muslim yang selalu
berharap rahmat Tuhannya dan takut terhadap siksaNyamemanfaatkan
kesempatan penting ini, dengan berdo'a dan
mohon ampun kepada Allah untuk dirinya, kedua orang tuanya,
anak-anaknya, segenap kaum muslimin dan para penguasanya.
Memohon ampun dan bertaubat kepada Allah di setiap malam
bulan Ramadhan dan di setiap saat dari umurnya yang terbatas

sebelum maut menjemput, amal perbuatan terputus dan
penyesalan berkepanjangan. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan bertaubatlah kalian semua orang-orang yang beuiman
supaya kalian beruntung. " (An-Nuur: 31),
Ya Allah terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau Maha
Penerima taubat dan Maha Penyayang.
Semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan ke haribaan
Nabi Muhammad, segenap keluarga dan para sahabatnya.
ZAKAT FITRAH
iantara dalil yang menganjurkan untuk menunaikan
zakat fitrah adalah :
1. Firman Allah Ta'ala:
"Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan dir i
(dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia
shalat" (Al-A'la: 14-15)
2. Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu
'anhu, ia berkata :
" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mewajibkan zakat
fitrah bagi orang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki dan
perempuan, anak-anak dan orang dewasa dari kaum muslimin.
Beliau memerintahkan agar (zakat fituah tersebut) ditunaikan
sebelum orang-orang melakukan shalat 'Id (hari Raya) "
(Muttafaq 'Alaih)
Setiap muslim wajib membayar zakat fitrah untuk dirinya dan
orang yang dalam tanggungannya sebanyak satu sha' (+- 3 kg)
dari bahan makanan yang berlaku umum di daerahnya. Zakat
tersebut wajib baginya jika masih memiliki sisa makanan untuk
diri dan keluarganya selama sehari semalam.
Zakat tersebut lebih diutamakan dari sesuatu yang lebih
bermanfaat bagi fakir miskin.
Adapun waktu pengeluarannya yang paling utama adalah
sebelum shalat 'Id, boleh juga sehari atau dua lari sebelumnya,
dan tidak boleh mengakhirkan mengeluaran zakat fitrah setelah
hari Raya.
Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma : "Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fihrah sebagai penyuci
orang yang berpuasa dari kesia-siaan dan ucapan kotor, dan
sebagai pemberian makan kepada fakir miskin.
"Barangsiapa yang mengeluarkannya sebelum shalat 'Id, maka
zakatnya diterima, dan barang siapa yang membayarkannya
setelah shalat 'Id maka ia adalah sedekah biasa. "(HR. Abu Daud
dan Ibnu Majah, (Dan diriwayatkan pula Al Hakim, beliau
berkata : shahih menurut kriteria Imam Al-Bukhari.)
Zakat fitrah tidak boleh diganti dengan nilai nominalnya.
Berdasarkan hadits Abu Said Al Khudhri yang menyatakan
bahwa zakat fithrah adalah dari limajenis makanan pokok
(Muttafaq 'Alaih). Dan inilah pendapat jumhur ulama.
Selanjutnya sebagian ulama menyatakan bahwa yang dimaksud
adalah makanan pokok masing-masing negeri. Pendapat yang
melarang mengeluarkan zakat fithrah dengan uang ini dikuatkan
bahwa pada zaman Nabi shallallahu hlaihi wasallam juga
terdapat nilai tukar (uang), dan seandainya dibolehkan tentu
beliau memerintahkan mengeluarkan zakat dengan nilai
makanan tersebut, tetapi beliau tidak melakukannya. Adapun
yang membolehkan zakat fithrah dengan nilai tukar adalah
Madzhab Hanafi.
Karena hal itu tidak sesuai dengan ajaran Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam. Dan diperbolehkan bagi jamaah (sekelompok
manusia) membeyikan jatah seseorang, demikian pula
seseorang boleh memberikan jatah orang banyak.
Zakat fitrah tidak boleh diberikan kecuali hanya kepada fakir
miskin atau wakilnya. Zakat ini wajib dibayarkan ketika
terbenamnya matahari pada malam 'Id. Barangsiapa meninggal
atau mendapat kesulitan (tidak memiliki sisa makanan bagi diri
dan keluarganya, pen.) sebelum terbenamnya matahari, maka
dia tidak wajib membayar zakat fitrah. Tetapi jika ia
mengalaminya seusai terbenam matahari, maka ia wajib
membayarkannya (sebab ia belum terlepas dari tanggungan
membayar fitrah).
Hikmah disyari'atkannya Zahat Fitrah
Di antara hikmah disyari'atkannya zakat fitrah adalah :
1. Zakat fitrah merupakan zakat diri, di mana Allah
memberikan umur panjang baginya sehingga ia bertahan
dengan nikmat-l\lya.
2. Zakat fitrah juga merupakan bentuk pertolongan kepada
umat Islam, baik kaya maupun miskin sehingga mereka
dapat berkonsentrasi penuh untuk beribadah kepada Allah
Ta'ala dan bersukacita dengan segala anugerah nikmat-Nya.
3. Hikmahnya yang paling agung adalah tanda syukur orang
yang berpuasa kepada Allah atas nikmat ibadah puasa.
(Lihat Al Irsyaad Ila Ma'rifatil Ahkaam, oleh Syaikh Abd.
Rahman bin Nashir As Sa'di, hlm. 37. )
4. Di antara hikmahnya adalah sebagaimana yang terkandung
dalam hadits Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma di atas, yaitu
puasa merupakan pembersih bagi yang melakukannya dari
kesia-siaan dan perkataan buruk, demikian pula sebagai
salah satu sarana pemberian makan kepada fakir miskin.
Ya Allah terimalah shalat. kami, zakat dan puasa kami serta
segala bentuk ibadah kami sesungguhnya Engkau Mahakuasa
atas segala sesuatu.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan selalu kepada Nabi
Muhammad, segenap keluarga dan sahabatnya. Amin.
HARI RAYA
ari raya adalah saat berbahagia dan bersuka
cita. Kebahagiaan dan kegembiraan kaum
mukminin di dunia adalah karena Tuhannya,
yaitu apabila mereka berhasil menyempurnakan ibadahnya dan
memperoleh pahala amalnya dengan kepercayaan terhadap
janji-Nya kepada mereka untuk mendapatkan anugerah dan
ampunan-Nya. Allah Ta 'ala berfirman :
"Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah
dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya
itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. "
(Yunus: 58).
Sebagian orang bijak berujar: "Tiada seorang pun yang
bergembira dengan selain Allah kecuali karena kelalaiannya
terhadap Allah, sebab orang yang lalai selalu bergembira dengan
permainan dan hawa nafsunya, sedangkan orang yang berakal
merasa Senang dengan Tuhannya."
Ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam tiba di Madinah, kaum
Anshar memiliki dua hari istimewa, mereka bermain-main di
dalamnya, maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Allah telah memberi ganti bagi kalian dua hari yang jauh lebih
baik, (yaitu) 'Idul fitri dan 'Idul Adha (HR. Abu Daud dan An-
Nasa'i dengan sanad hasan).
Hadits ini menunjukkan bahwa menampakka rasa suka cita di
hari Raya adalah sunnah da disyari'atkan. Maka diperkenankan
memperluas hari Raya tersebut secara menyeluruh kepada
segenap kerabat dengan berbagai hal yang tidak diharamkan
yang bisa mendatangkan kesegaran badan dan melegakan jiwa,
tetapi tidak menjadikannya lupa untuk ta'at kepada Allah.
Adapun yang dilakukan kebanyakan orang di saat hari Raya
dengan berduyun-duyun pergi memenuhi berbagai tempat
hiburan dan permainan adalah tidak dibenarkan, karena hal itu
tidak sesuai dengan yang disyari'atkan bagi mereka seperti
melakukan dzikir kepada Allah. Hari Raya tidak identik dengan
hiburan, permainan dan penghambur-hamburan (harta), tetapi
hari Raya adalah untuk berdzikir kepada Allah dan bersungguhsungguh
dalam beribadah. Makanya Allah gantikan bagi umat ini
dua buah hari Raya yang sarat dengan hiburan dan permainan
dengan dua buah Hari Raya yang penuh dzikir, syukur dan
ampunan.
Di dunia ini kaum mukminin mempunyai tiga hari Raya: hari
Raya yang selalu datang setiap minggu dan dua hari Raya yang
masing-masing datang sekali dalam setiap tahun.
Adapun hari Raya yang selalu datang tiap minggu adalah hari
Jum'at, ia merupakan hari Raya mingguan, terselenggara
sebagai pelengkap (penyempurna) bagi shalat wajib lima kali
yang merupakan rukun utama agama islam setelah dua kalimat
syahadat.
Sedangkan dua hari Raya yang tidak berulang dalam waktu
setahun kecuali sekali adalah:
'Idul Fitri setelah puasa Ramadhan, hari raya ini
terselenggara sebagai pelengkap puasa Ramadhan yang
merupakan rukun dan asas Islam keempat. Apabila
kaum muslimin merampungkan puasa wajibnya, maka mereka
berhak mendapatkan ampunan dari Allah dan terbebas dari api
Neraka, sebab puasa Ramadhan mendatangkan ampunan atas
dosa yang lain dan pada akhirnya terbebas dari Neraka.
Sebagian manusia dibebaskan dari Neraka padahal dengan
berbagai dosanya ia semestinya masuk Neraka, maka Allah
mensyari'atkan bagi mereka hari Raya setelah menyempurnakan
puasanya, untuk bersyukur kepada Allah, berdzikir dan bertakbir
atas petunjuk dan syari'at-Nya berupa shalat dan sedekah pada
hari Raya tersebut.
Hari Raya ini merupakan hari pembagian hadiah, orang-orang
yang berpuasa diberi ganjaran puasanya, dan setelah hari Raya
tersebut mereka mendapatkan ampunan.
'Idul Adha Oiari Raya Kurban), ia lebih agung dan utama
daripada 'Idul Fitri. Hari Raya ini terselenggara sebagai
penyempurna ibadah haji yang merupakan rukun Islam
kelima, bila kaum muslimin merampungkan ibadah hajinya,
niscaya diampuni dosanya.
Inilah macam-macam hari Raya kaum muslimin di dunia,
semuanya dilaksanakan saat rampungnya ketakwaan kepada
Yang Maha Menguasai dan Yang Maha Pemberi, di saat mereka
berhasil memperoleh apa yang dijanjikan-Nya berupa ganjaran
dan pahala. (Lihat Lathaa'iful Ma'arif, oleh Ibnu Rajab, hlm.
255-258)
PETUNJUK NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WASALLAM
TENTANG HARI RAYA
ada saat hari Raya 'Idul Fitri, Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam mengenakan pakaian terbaiknya dan
makan kurma -dengan bilangan ganjil tiga, lima
atau tujuh- sebelum pergi melaksanakan shalat 'Id. Tetapi
pada'Idul Adha beliau tidak makan terlebih dahulu sampai beliau
pulang, setelah itu baru memakan sebagian daging binatang
sembelihannya.
Beliau mengakhirkan shalat 'Idul Fitri agar kaum muslimin
memiliki kesempatan untuk membagikan zakat fitrahnya, dan
mempercepat pelaksanaan shalat 'Idul Adha supaya kaum
muslimin bisa segera menyembelih binatang kurbannya.
Mengenai hal tersebut, Allah Ta 'ala berf irman :
"Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah " (Al
Kautsar: 2).
Ibnu Umar sungguh dalam mengikuti sunnah Nabi shallallahu
'alaihi wasallam tidak keluar untuk shalat 'Id kecuali setelah
terbit matahari, dan dari rumah sampai ke tempat shalat beliau
senantiasa bertakbir.
Nabi shallallahu blaihi wasallam melaksanakan shalat' Id
terlebihdahulu baru berkhutbah, dan beliau shalat duaraka'at.
Pada rakaat pertama beliau bertakbir 7 kali berturut-turut
dengan Takbiratul Ihram, dan berhenti sebentar di antara tiap
takbir. Beliau tidak mengajarkan dzikir tertentu yang dibaca saat
itu. Hanya saja ada riwayat dari Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu,
ia berkata: "Dia membaca hamdalah dan memuji Allah Ta 'ala
serta membaca shalawat.
Dan diriwayatkan bahwa Ibnu Umar mengangkat kedua
tangannya pada setiap bertakbir.
Sedangkan Nabi shallallah u 'alaihi wasallam setelah bertakbir
membaca surat Al-Fatihah dan "Qaf" pada raka'at pertama serta
surat "Al-Qamar" di raka'at kedua.
Kadang-kadang beliau membaca surat "Al-A'la" pada raka'at
pertama dan "Al-Ghasyiyah" pada raka'at kedua. Kemudian
beliau bertakbir lalu ruku' dilanjutkan takbir 5 kali pada raka'at
kedua lain membaca Al-Fatihah dan surat. Setelah selesai beliau
menghadap ke arah jamaah, sedang mereka tetap duduk di shaf
masing-masing, lalu beliau menyampaikan khutbah yang berisi
wejangan, anjuran dan larangan.
Beliau selalu melalui jalan yang berbeda ketika yang terkenal
sangat bersungguh-mengikuti sunnah Nabi shallallahu berangkat
dan pulang (dari shalat) 'Id.' Beliau selalu mandi sebelum shalat
'Id.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa memulai setiap
khutbahnya dengan hamdalah, dan bersabda :
"Setiap perkara yang tidak dimulai dengan hamdalah, maka ia
terputus (dari berkah). " (HR.Ahmad dan lainnya).
Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, ia berkata :
"Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menunaikan
shalat 'Id dua raka'at tanpa disertai shalat yang lain baik
sebelumnya ataupun sesudahnya. " (HR. Al Bukhari dan Muslim
dan yang lain).
Hadits ini menunjukkan bahwa shalat 'Id itu hanya dua raka'at,
demikian pula mengisyaratkan tidak disyari'atkan shalat sunnah
yang lain, baik sebelum atau sesudahnya. Allah Mahatahu segala
sesuatu, shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan
kepada Nabi Muhammad, seluruh anggota keluarga dan segenap
sahabatnya.
KEUTAMAAN PUASA ENAM HARI DI BULAN SYAWAL
bu Ayyub Al-Anshari radhiallahu 'anhu
meriwayatkan, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda :
"Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu
menyambungnya dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal,
maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun . (HR.
Muslim).
Imam Ahmad dan An-Nasa'i, meriwayatkan dari Tsauban, Nabi
shallallahu 'alaihi wasalllam bersabda:
"Puasa Ramadhan (ganjarannya) sebanding dengan (puasa)
sepuluh bulan, sedangkan puasa enam hari (di bulan Syawal,
pahalanya) sebanding dengan (puasa) dua bulan, maka itulah
bagaikan berpuasa selama setahun penuh." ( Hadits riwayat
Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam "Shahih" mereka.)
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda:
"Barangsiapa berpuasa Ramadham lantas disambung dengan
enam hari di bulan Syawal, maka ia bagaikan telah berpuasa
selama setahun. " (HR. Al-Bazzar) (Al Mundziri berkata: "Salah
satu sanad yang befiau miliki adalah shahih.")
Pahala puasa Ramadhan yang dilanjutkan dengan puasa enam
hari di bulan Syawal menyamai pahala puasa satu tahun penuh,
karena setiap hasanah (tebaikan) diganjar sepuluh kali lipatnya,
sebagaimana telah disinggung dalam hadits Tsauban di muka.
Membiasakan puasa setelah Ramadhan memiliki banyak
manfaat, di antaranya :
1. Puasa enam hari di buian Syawal setelah Ramadhan,
merupakan pelengkap dan penyempurna pahala dari puasa
setahun penuh.
2. Puasa Syawal dan Sya'ban bagaikan shalat sunnah rawatib,
berfungsi sebagai penyempurna dari kekurangan, karena
pada hari Kiamat nanti perbuatan-perbuatan fardhu akan
disempurnakan (dilengkapi) dengan perbuatan-perbuatan
sunnah. Sebagaimana keterangan yang datang dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam di berbagai riwayat. Mayoritas
puasa fardhu yang dilakukan kaum muslimin memiliki
kekurangan dan ketidak sempurnaan, maka hal itu
membutuhkan sesuatu yang menutupi dan
menyempurnakannya.
3. Membiasakan puasa setelah Ramadhan menandakan
diterimanya puasa Ramadhan, karena apabila Allah Ta'ala
menerima amal seorang hamba, pasti Dia menolongnya
dalam meningkatkan perbuatan baik setelahnya. Sebagian
orang bijak mengatakan: "Pahala'amal kebaikan adalah
kebaikan yang ada sesudahnya." Oleh karena itu
barangsiapa mengerjakan kebaikan kemudian
melanjutkannya dengan kebaikan lain, maka hal itu
merupakan tanda atas terkabulnya amal pertama.
Demikian pula sebaliknya, jika seseorang melakukan suatu
kebaikan lalu diikuti dengan yang buruk maka hal itu
merupakan tanda tertolaknya amal yang pertama.
4. Puasa Ramadhan -sebagaimana disebutkan di muka- dapat
mendatangkan maghf irah atas dosa-dosa masa lain. Orang
yang berpuasa Ramadhan akan mendapatkan pahalanya
pada hari Raya'ldul Fitri yang merupakan hari pembagian
hadiah, maka membiasakan puasa setelah 'Idul Fitri
merupakan bentuk rasa syukur atas nikmat ini. Dan
sungguh tak ada nikmat yang lebih agung dari
pengampunan dosa-dosa.
Oleh karena itu termasuk sebagian ungkapan rasa syukur
seorang hamba atas pertolongan dan ampunan yang telah
dianugerahkan kepadanya adalah dengan berpuasa setelah
Ramadhan. Tetapi jika ia malah menggantinya dengan
perbuatan maksiat maka ia termasuk kelompok orang yang
membalas kenikmatan dengan kekufuran. Apabila ia berniat
pada saat melakukan puasa untuk kembali melakukan
maksiat lagi, maka puasanya tidak akan terkabul, ia
bagaikan orang yang membangun sebuah bangunan megah
lantas menghancurkannya kembali. Allah Ta'ala berfirman:
"Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang
menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat
menjadi cerai berai kembali "(An-Nahl: 92)
5. Dan di antara manfaat puasa enam hari bulan Syawal
adalah amal-amal yang dikerjakan seorang hamba untuk
mendekatkan diri kepada Tuhannya pada bulan Ramadhan
tidak terputus dengan berlalunya bulan mulia ini, selama ia
masih hidup.
Orang yang setelah Ramadhan berpuasa bagaikan orang
yang cepat-cepat kembali dari pelariannya, yakni orang
yang baru lari dari peperangan f i sabilillah lantas kembali
lagi. Sebab tidak sedikit manusia yang berbahagia dengan
berlalunya Ramadhan sebab mereka merasa berat, jenuh
dan lama berpuasa Ramadhan.
Barangsiapa merasa demikian maka sulit baginya untuk
bersegera kembali melaksanakan puasa, padahal orang
yang bersegera kembali melaksanakan puasa setelah 'Idul
Fitri merupakan bukti kecintaannya terhadap ibadah puasa,
ia tidak merasa bosam dan berat apalagi benci.
Seorang Ulama salaf ditanya tentang kaum yang
bersungguh-sungguh dalam ibadahnya pada bulan
Ramadhan tetapi jika Ramadhan berlalu mereka tidak
bersungguh-sungguh lagi, beliau berkomentar:
"Seburuk-buruk kaum adalah yang tidak mengenal Allah
secara benar kecuali di bulan Ramadhan saja, padahal orang
shalih adalah yang ber ibadah dengan sungguh-sunggguh di
sepanjang tahun."
Oleh karena itu sebaiknya orang yang memiliki hutang
puasa Ramadhan memulai membayarnya di bulan Syawal,
karena hal itu mempercepat proses pembebasan dirinya dari
tanggungan hutangnya. Kemudian dilanjutkan dengan enam
hari puasa Syawal, dengan demikian ia telah melakukan
puasa Ramadhan dan mengikutinya dengan enam hari di
bulan Syawal.
Ketahuilah, amal perbuatan seorang mukmin itu tidak ada
batasnya hingga maut menjemputnya. Allah Ta'ala
berfirman : "Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang
kepadamu yang diyakini (ajal) " (Al-Hijr: 99)
Dan perlu diingat pula bahwa shalat-shalat dan puasa
sunnah serta sedekah yang dipergunakan seorang hamba
untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala pada bulan
Ramadhan adalah disyari'atkan sepanjang tahun, karena hal
itu mengandung berbagai macam manfaat, di antaranya; ia
sebagai pelengkap dari kekurangan yang terdapat pada
fardhu, merupakan salah satu faktor yang mendatangkan
mahabbah (kecintaan) Allah kepada hamba-Nya, sebab
terkabulnya doa, demikian pula sebagai sebab dihapusnya
dosa dan dilipatgandakannya pahala kebaikan dan
ditinggikannya kedudukan.
Hanya kepada Allah tempat memohon pertolongan,
shalawat dan salam semoga tercurahkan selalu ke haribaan
Nabi, segenap keluarga dan sahabatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar