Menghidupkan
10 Malam Terakhir Ramadhan
Courtesy
of http://alsofwa.or.id
Disebarkan
dalam bentuk Ebook di
Maktabah
Abu Salma al-Atsari
http://dear.to/abusalma
TENTANG
SEPULUH HARI TERAKHIR BULAN RAMADHAN
alam
Shahihain disebutkan, dari Aisyah radhiallahu
'anha,
ia berkata :
"Bila
masuk sepuluh (hari terakhir bulan Ramadhan Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam mengencangkan kainnya menjauhkan diri dari menggauli strinya),
menghidupkan malamnya dan membangunkan Keluarganya.
" Demikian menurut lafazh Al-Bukhari. Adapun lafazh Muslim berbunyi :
"Menghidupkan malam(nya), membangunkan keluarganya, dan bersungguh-sungguh
serta mengencangkan kainnya.Dalam riwayat lain, Imam Muslim meriwayatkan dari
Aisyah radhiallahu ’anha : "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersungguh-sungguh
dalam sepuluh (hari) akhir (bulan Ramadhan), hal yang tidak beliau lakukan pada
bulan lainnya. " Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengkhususkan
sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dengan amalan-amalan yang tidak beliau
lakukan pada bulan-bulan yang lain, di antaranya:
1.
Menghidupkan malam: Ini mengandung kemungkinan bahwa beliau menghidupkan
seluruh malamnya, dan kemungkinan pula beliau menghidupkan sebagian besar
daripadanya. Dalam Shahih Muslim dari Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata:
"Aku tidak pernah mengetahui Rasulullah shallallahu alaihi wasallam shalat
malam hingga pagi." Diriwayatkan dalam hadits marfu' dari Abu Ja'far
Muhammad bin Ali : "Barangsiapa mendapati Ramadhan dalam keadaan sehat dan
sebagai orang muslim, lalu puasa pada siang harinya dan melakukan shalat pada
sebagian malamnya, juga menundukkan pandangannya, menjaga kemaluan, lisan dan
tangannya, serta menjaga shalatnya secara berjamaah dan bersegera berangkat
untuk shakat Jum'at; sungguh ia telah puasa sebulan (penuh), menerima pahala
yang sempurna, mendapatkan Lailatul Qadar serta beruntung dengan hadiah dari
Tuhan Yang Mahasuci dan Maha tinggi. " Abu Ja 'far berkata: Hadiah yang
tidak serupa dengan hadiah-hadiah para penguasa. (HR. Ibnu Abid-Dunya).
2.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membangunkan keluarganya untuk shalat
pada malam-malam sepuluh hari terakhir, sedang pada malam-malam yang lain
tidak. Dalam hadits Abu Dzar radhiallahu 'anhu disebutkan: "Bahwasanya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam melakukan shalat bersama mereka (para
sahabat) pada malam dua puluh tiga (23), dua puluh lima (25), dan dua puluh
tujuh (27) dan disebutkan bahwasanya beliau mengajak (shalat) keluarga dan
isteri-isterinya pada malam dua puluh tujuh (27) saja. " Ini menunjukkan
bahwa beliau sangat menekankan dalam membangunkan mereka pada malam-malam yang diharapkan
turun Lailatul Qadar di dalamnya.
At-Thabarani
meriwayatkan dari Ali radhiallahu 'anhu :
"Bahwasanya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membangunkan keluarganya pada sepuluh
akhir dari bulan Ramadhan, dan setiap anak kecil maupun orang tua yang mampu
melakukan shalat. "
Dan
dalam hadits shahih diriwayatkan : "Bahwasanya Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam mengetuk (pintu) Fathimah dan Ali radhiallahu 'anhuma pada
suatu malam seraya berkata: Tidakkah kalian bangun lalu mendirikan shalat
?" (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Beliau
juga membangunkan Aisyah radhiallahu 'anha pada malam hari, bila telah selesai
dari tahajudnya dan ingin melakukan (shalat) witir.
Dan
diriwayatkan adanya targhib (dorongan) agar salah seorang suami-isteri
membangunkan yang lain untuk melakukan shalat, serta memercikkan air di
wajahnya bila tidak bangun). (Hadits riwayat Abu Daud dan lainnya, dengan sanad
shahih.) Dalam kitab Al-Muwaththa' disebutkan dengan sanad shahih, bahwasanya
Umar radhiallahu 'anhu melakukan shalat malam seperti yang dikehendaki Allah,
sehingga apabila sampai pada pertengahan malam, ia membangunkan keluarganya
untuk shalat dan mengatakan kepada mereka:
"Shalat!
shalat!" Kemudian membaca ayat ini : "Dan perintahkanlah kepada
keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. "
(Thaha: 132).
3.
Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengencangkan kainnya. Maksudnya
beliau menjauhkan diri dari menggauli isteri-isterinya. Diriwayatkan bahwasanya
beliau tidak kembali ke tempat tidurnya sehingga bulan Ramadhan berlalu. Dalam
hadits Anas radhiallahu 'anhu disebutkan : "Dan beliau melipat tempat
tidurnya dan menjauhi isteri-isterinya (tidak menggauli mereka). Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam beri'tikaf pada malam sepuluh terakhir bulan
Ramadhan. Orang yang beri'tikaf tidak diperkenankan mendekati (menggauli)
isterinya berdasarkan dalil dari nash serta ijma'. Dan
"mengencangkan
kain" ditafsirkan dengan bersungguhsungguh dalam beribadah.
4.
Mengakhirkan berbuka hingga waktu sahur. Diriwayatkan dari Aisyah dan Anas
uadhiallahu 'anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pada
malam-malam sepuluh (akhir bulan Ramadhan) menjadikan makan malam (berbuka)nya
pada waktu sahur.Dalam hadits marfu' dari Abu Sa'id radhiallahu 'anhu, ia
berkata :
"Janganlah
kalian menyambung (puasa). Jika salah seorang dari
kamu ingin menyambung (puasanya) maka hendaknya ia
menyambung hingga waktu sahur (saja). " Mereka bertanya:
"Sesungguhnya engkau menyambungnya wahai Rasulullah
?"Beliau menjawab: "Sesungguhnya aku tidak seperti
kalian. Sesungguhnya pada malam hari ada yang memberiku
makan dan minum. "(HR. Al-Bukhari)
Ini
menunjukkan apa yang dibukakan Allah atas beliau
dalam
puasanya dan kesendiriannya dengan Tuhannya, oleh
sebab
munajat dan dzikirnya yang lahir dari kelembutan dan
kesucian
beliau. Karena itulah sehingga hatinya dipenuhi Al-
Ma'ariful
Ilahiyah (pengetahuan tentang Tuhan) dan Al-
Minnatur
Rabbaniyah (anugerah dari Tuhan) sehingga
mengenyangkannya
dan tak lagi memerlukan makan dan
minum.
5.
Mandi antara Maghrib dan Isya'. Ibnu Abi Hatim
meriwayatkan
dari Aisyah radhiallahu 'anha : "Rasulullah
shallallahu
'alaihi wasallam jika bulan Ramadhan (seperti
biasa)
tidur dan bangun. Dan manakala memasuki sepuluh
hari
terakhir beliau mengencangkan kainnya dan menjauhkan diri dari (menggauli)
isteri-isterinya, serta
mandi
antara Maghrib dan Isya."
Ibnu
Jarir rahimahullah berkata, mereka menyukai mandi
pada
setiap malam dari malam-malam sepuluh hari terakhir. Di
antara mereka ada yang mandi dan menggunakan wewangian
pada malam-malam yang paling diharapkan turun
Lailatul Qadar.
Karena
itu, dianjurkan pada malam-malam yang diharapkan
di
dalamnya turun Lailatul Qadar untuk membersihkan diri,
menggunakan
wewangian dan berhias dengan mandi
(sebelumnya),
dan berpakaian bagus, seperti dianjurkannya
hal
tersebut pada waktu shalat Jum'at dan hari-hari raya.
Dan
tidaklah sempurna berhias secara lahir tanpa dibarengi
dengan
berhias secara batin. Yakni dengan kembali (kepada
Allah),
taubat dan mensucikan diri dari dosa-dosa. Sungguh,
berhias
secara lahir sama sekali tidak berguna, jika ternyata
batinnya
rusak. Allah
tidak melihat kepada rupa dan tubuhmu, tetapi Dia
melihat
kepada hati dan amalmu. Karena itu, barangsiapa
menghadap
kepada Allah, hendaknya ia berhias secara
lahiriah
dengan pakaian, sedang batinnya dengan taqwa.
Allah
Ta'ala berfirman :
"Hai
anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan
kepadamu
pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian
taqwa itulah yang paling
baik.
" (Al-A'raaf: 26).
6.
I'tikaf. Dalam Shahihain disebutkan, dari Aisyah radhiallahu
'anha
: Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
senantiasa
beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir dari
Ramadhan,
sehingga Allah mewafatkan beliau. "
Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam melakukan i'tikaf pada
sepuluh
hari terakhir yang di dalamnya dicari Lailatul Qadar
untuk
menghentikan berbagai kesibukannya, mengosongkan
pikirannya
dan untuk mengasingkan diri demi bermunajat
kepada
Tuhannya, berdzikir dan berdo'a kepada-Nya.
Adapun
makna dan hakikat i'tikaf adalah:
Memutuskan
hubungan dengan segenap makhluk untuk
menyambung
penghambaan kepada AI-Khaliq.
Mengasingkan
diri yang disyari'atkan kepada umat ini yaitu
dengan
i'tikaf di dalam masjid-masjid, khususnya pada bulan
Ramadhan,
dan lebih khusus lagi pada sepuluh hari terakhir
bulan
Ramadhan. Sebagaimana yang telah dilakukan Nabi
shallallahu
'alaihi wasallam.
Orang
yang beri'tikaf telah mengikat dirinya untuk taat
kepada
Allah, berdzikir dan berdo'a kepada-Nya, serta
memutuskan
dirinya dari segala hal yang menyibukkan diri
dari
pada-Nya. Ia beri'tikaf dengan hatinya kepada
Tuhannya,
dan dengan sesuatu yang mendekatkan dirinya kepada-Nya. Ia tidak memiliki
keinginanlain kecuali Allah dan
ridha-Nya.
Sembga Alllah memberikan taufik dan inayah-Nya
kepada
kita. (Lihat kitab Larhaa'iful Ma'aarif, oleh Ibnu
Rajab,
him. 196-203)
I’TIKAF1
Makna
I’tikaf
I’tikaf
berasal dari bahasa Arab yang bermakna berdiam diri
pada
sesuatu. Kata ini dipakai juga untuk ibadah dengan tinggal
dan
menetap dimasjid untuk beribadah dan mendekatkan diri
kepada
Allah. Pelaku ibadah ini dinamakan Mu’takif atau ‘Aakif.
Hikmah
I’tikaf
Adapun
hikmahnya berkata ibnul Qayim: “Ketika perbaikan dan
keistiqomahan
hati dalam berjalan menuju Allah tergantung
konsentrasinya
terhadap Allah dan kesatuan kekuatannya dalam
menghadap
Allah secara penuh. Lalu jika hati terpecah tidak
dapat
disatukan kecuali dengan menghadap kepada Allah,
padahal
kelebihan makan dan minum, kelebihan bergaul dengan
manusia,
banyak ngomong dan tidur menambah hati berantakan
dan
memporak porandakannya serta memutus atau
melemahkan
atau mengganggu dan menghentikan hati dari
jalan
kepada Allah. Maka rahmat Allah kepada hambaNya
menuntut
disyariatkan puasa untuk mereka. Puasa yang dapat
menghilangkan
kelebihan makan dan minum dan mengosongkan
hati
dari campuran syahwatyang menghalangi jalan kepada
1 Khusus
ar tikel ini diambil dari makalah Ustadz Khalid Syamhudi . Allah mensyariatkannya
sesuai dengan kemaslahatan
yang
dapat bermanfaat bagi hamba didunia dan akheratnya.
Tentunya
hal ini tidka merugikan dan memutus kemaslahatan
dunia
dan akheratnya seorang hamba.
Kemudian
mensyariatkan mereka I’tikaf yang tujuan dan intinya
adalah
hati tinggal menghadap Allah, menyatukan kekuatannya,
berkholwat
dengan Nya, menghilangkan kesebukan dengan
makhluk
dan hanya sibuk menghadap Allah saja.
Pensyariatannya
I’tikaf
disyariatkan Allah dalam firmanNya:
Dihalalkan
bagi kamu pada malam hari shiyam bercampur
dengan
isteri-isteri kamu, mereka itu adalah pakaian, dan kamu
pun
adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui
bahwasannya
kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu
Allah
mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka
sekarang
campurilah mereka dan carilah apa yang telah
ditetapkan
Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang
bagimu
benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian
sempurnakanlah
shiyam itu sampai malam,(tetapi) janganlah
kamu
campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid.
Itulah
larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya.
Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia,
supaya
mereka bertaqwa. (Al Baqoroh 187)
Demikian
juga hal ini diolakukan Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa
Salam
sebagaimana dikisahkan oleh hadits dibawah ini.
Nabi
ber i’tikaf di sepuluh akhir dari romadhon sampai wafat
kemudian
istri-istri beliau beri’tikaf setelahnya. (Bukhori 1886)
I’tikaf
adalah ibadah yang disunnahkan untuk dilakukan pada
bulan
Romadhon dan selainnya, baik didahului dengan puasa
atau
tidak, akan tetapi yang paling utama di bulan Ramadhon
dan
disepuluh hari terakhir sebagaimama dijelaskan haditshadits
berikut
ini.
Sesungguhnya
Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Salam telah
beri’tikaf
disepuluh hari pertengahanromadhon lalu I’tikaf pada
tahun
tersebut sampai pada malam keduapuluh satu yaitu
malam
beliau keluar I’tikaf dipaginya beliau berkata barang
siapa
yang beri’tikaf bersamaku maka hendaklah beri’tikaf di
sepuluh
terakhir. (Bukhori 1887)
dan
perintah dan persetujuan beliau kepada Umar dalam hadits :
“Dari Umar bin Khothab beliau
berkata: wahai Rasululloh saya
pernah
bernazar dizaman jahiliyah untuk I’tikaf satu malam di
masjid
haram. Lalu beliau menjawab: tunaikan nazarmu. Lalu
Umar
beri’tikaf semalam.”
Syarat
Dan tempatnya
I’tikaf
hanya boleh dilakukan dimasjid dan tidak keluar darinya
kecuali
hajat dan darurat. Tidak boleh dilakukan pada selain
masjid.
Sebagaimana firman Allah:
janganlah
kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf
dalam
mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu
mendekatinya.
(Al Baqoroh 187)
Hal-hal
Yang Diperbolehkan Dalam I’tikaf.
1.
Boleh keluar masjid karena hajat dan boleh juga
mengeluarkan
kepalanya keluar masjid untuk dicuci atau
disisiri.
Aisyah berkata:
Nabi
jika beri’tikaf mengeluarkan kepalanya kepada saya lalu
saya
sisiri, dan beliau tidak keluar kecuali untuk hajat
(kebutuhan).
(Muslim).
2.
Dibolehkan berwudhu dimasjid.
3.
Boleh membuat kemah kecil atau kamar kecil dengan kain di
bagian
belakang masjid sebagai tempat beri’tikaf,
sebagaimana
Aisyah membuat kemah kecil untuk Nabi
beri’tikaf.
4.
Dibolehkan meletakkan kasur atau dipan dalam I’tikaf,
sebagaimana
diriwayatkan dari Ibnu Umar dari Nabi, bahwa
beliau
jika beri’tikaf disiapkan atau diletakkan kasur atau
dipan
dibelakang tiang taubah.[1]
5.
Boleh mengantar istrinya yang mengunjungunya dimasjid
sampai
pintu masjid. Dengan dalil:
Shofiyah
berkata bahwa beliau dating menziarahi nabi dalam
I’tikaf
beliau di sepuluh akhir romadhon lalu berbincang-bincang
dengan
beliau beberapa saat, kemudian bangkit pulang.
Rasulullohpun
bangkit bersamanya mengantar sampai ketika di
pintu
masjid didekat pintu rumah Ummu Salamah, lewatlah dua
orang
anshor, lalu keduanya memberi salam kepada Nabi dan
beliau
berkata kepada keduanya: “perlahan, sesungguhnya dia
adalah
shofiuyah bintu Huyaiy. Lalu keduanya berkata:
“Subhanallah,
wahai Rasululloh” dan keduanya menganggap hal yang besar.( Bukhori).
6.
Wanita boleh beri’tikaf dimasjid selama aman dari f itnah,
dengan
dalil:
Nabi
beri’tikaf di sepuluh akhir dari romadhon sampai wafat kemudian istri-istri
beliau beri’tikaf setelahnya. (Bukhori 1886)
Demikianlah
sedikit pembahasan tentang I’tikaf yang dilakukan
pada
sepuluh hari terakhir dari romadhon. Kemudian pada akhir
romadhon
dan diawal syawal ada kewajiban zakat fitroh.
UMRAH
DI BULAN RAMADHAN
Umrah
di bulan Ramadhan memiliki pahala yang amat besar,
bahkan
sama dengan pahala haji. Dalam Shahih nya, Imam Al-
Bukhari
meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam
bersabda:
"Umrah
di bulan Ramadhan menyamai haji, atau beliau
bersabda,
haji bersamaku. "
Tetapi
wajib diketahui, meskipun umrah di bulan Ramadhan
berpahala
menyamai haji, tetapi ia tidak bisa menggugurkan
kewajiban
haji bagi orang yang wajib melakukannya.
Demikian
pula halnya shalat di Masjidil Haram Makkah dan di
Masjid
Nabawi Madinah pahalanya dilipatgandakan,
sebagaimana
disebutkan dalam hadits shahih :
"Shalat
di masjidku ini lebih baik dari seribu (kali) shalat di
masjid-masjid
lain, kecuali Masjidil Haram. "
Dalam
riwayat lain disebutkan: "Sesungguhnya ia lebih utama. "
(HR,
Al- Bukhari, Muslim dan lainnya)
LAILATUL
QADAR
Allah
Ta 'ala berf irman :
"Sesungguhnya
Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) saat
Lailatul
Qadar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah
Lailatul
Qadar itu? Lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan.
Pada
malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril
dengan
izin Tuhannya untuk mengatur segala uuusan. Malam itu
(penuh)
kesejahteraan sampai terbit fajar. "(Al-Qadr: 1-5),
Allah
memberitahukan bahwa Dia menurunkan Al-Qur'an pada
malam
Lailatul Qadar, yaitu malam yang penuh keberkahan.
Allah
Ta'ala berfirman :
"Sesungguhnya
Kami menurunkannya pada suatu malam yang
diberkahi."(Ad-Dukhaan:
3)
Dan
malam itu berada di bulan Ramadhan, sebagaimana firman
Allah
Ta 'ala :
"Bulan
Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-
Qur'an.
"(Al-Baqarah: 185).
Ibnu
Abbas radhiallahu 'anhu berkata :
"Allah
menurunkan Al-Qur'anul Karim keseluruhannya secara
sekaligus
dari Lauh Mahfudh ke Baitul'Izzah (langit pertama)
pada
malam Lailatul Qadar. Kemudian diturunkan secara
berangsur-angsur
kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
sesuai
dengan konteks berbagai peristiwa selama 23 tahun."
Malam
itu dinamakan Lailatul Qadar karena keagungan nilainya
dan
keutamaannya di sisi Allah Ta 'ala. Juga, karena pada saat
itu
ditentukan ajal, rizki, dan lainnya selama satu tahun,
sebagaimana
firman Allah : "Pada malam itu dijelaskan segala
urusan
yang penuh hikmah." (Ad-Dukhaan: 4).
Kemudian,
Allah berfirman mengagungkan kedudukan Lailatul
Qadar
yang Dia khususkan untuk menurunkan Al-Qur'anul
Karim:
"Dan tahukah kama apakah Lailatul Qadar itu?" ( Lihat
Tafsir
Ibnu Katsir, 4/429.)
Selanjutnya
Allah menjelaskan nilai keutamaan Lailatul Qadar
dengan
firman-Nya: "Lailatul Qadar itu lebih baik dari pada
seribu
bulan. "
Maksudnya,
beribadah di malam itu dengan ketaatan, shalat,
membaca,
dzikir dan do'a sama dengan beribadah selama seribu
bulan,
pada bulan-bulan yang di dalamnya tidak ada Lailatul
Qadar.
Dan seribu bulan sama dengan 83 tahun 4 bulan.
Lalu
Allah memberitahukan keutamaannya yang lain, juga
berkahnya
yang melimpah dengan banyaknya malaikat yang
turun
di malam itu, termasuk Jibril 'alaihis salam. Mereka turun
dengan
membawa semua perkara, kebaikan maupun keburukan
yang
merupakan ketentuan dan takdir Allah. Mereka turun
dengan
perintah dari Allah. Selanjutnya, Allah menambahkan keutamaan malam tersebut
dengan firman-Nya :
"Malam
itu (penuh) kesejahteraan hingga terbit fajar" (Al-
Qadar:
5)
Maksudnya,
malam itu adalah malam keselamatan dan kebaikan
seluruhnya,
tak sedikit pun ada kejelekan di dalamnya,
sampai
terbit fajar. Di malam itu, para malaikat -termasuk
malaikat
Jibril- mengucapkan salam kepada orang-orang
beriman.
Dalam
hadits shahih Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
menyebutkan
keutamaan melakukan qiyamul lail di malam
tersebut.
Beliau bersabda :
"Barangsiapa
melakukan shalat malam pada saat Lailatul Qadar
karena
iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni
dosa-dosanya
yang telah lalu. " (Hadits Muttafaq 'Alaih)
Tentang
waktunya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda
: "Car ilah Lailatul Qadar pada (bilangan) ganjil dar i
sepuluh
hari terakhir bulan Ramadhan. " (HR. Al-Bukhari,
Muslim
dan lainnya).
Yang
dimaksud dengan malam-malam ganjil yaitu malam dua
puluh
satu, dua puluh tiga, dua puluh lima, dua puluh tujuh, dan
malam
dua puluh sembilan. Adapun qiyamul lail di dalamnya
yaitu
menghidupkan malam tersebut dengan tahajud, shalat,
membaca
Al-Qur'anul Karim, dzikir, do'a, istighfar dan taubat
kepada
Allah Ta 'ala. Aisyah radhiallahu 'anha berkata, aku bertanya: "Wahai
Rasulullah,
apa pendapatmu jika aku mengetahui lailatul Qadar,
apa
yang harus aku ucapkan di dalamnya?"
Beliau
menjawab, katakanlah : "Ya Allah, sesungguhnya Engkau
Maha
Pengampun, Engkau mencintai Pengampunan maka
ampunilah
aku. " (HR. At-Tirmidzi, ia berkata, hadits hasan
shahih).
Pelajaran
dari surat Al-Qadr :
1.
Keutamaan Al-Qur'anul Karim serta ketinggian nilainya, dan
bahwa
ia diturunkan pada saat Lailatul Qadar.
2.
Keutamaan dan keagungan Lailatul Qadar, dan bahwa ia
menyamai
seribu bulan yang tidak ada Lailatul Qadar di
dalamnya.
3.
Anjuran untuk mengisi kesempatan-kesempatan baik seperti
malam
yang mulia ini dengan berbagai amal shalih.
Jika
Anda telah mengetahui keutamaan-keutamaan malam yang
agung
ini, dan ia terbatas pada sepuluh hari terakhir bulan
Ramadhan
maka seyogyanya Anda bersemangat dan
bersungguh-sungguh
pada setiap malam dari malam-malam
tersebut,
dengan shalat, dzikir, do'a, taubat dan istighfar.
Mudah-mudahan
dengan demikian Anda mendapatkan Lailatul
Qadar,
sehingga Anda berbahagia dengan kebahagiaan yang
kekal
yang tiada penderitaan lagi setelahnya Di malam-malam
tersebut,
hendaknya Anda berdo'a dengan do'a-do'a bagi
kebaikan
dunia-akhirat, di antaranya :
1.
"Ya Allah, perbaikilah untukku agamaku yang merupakan
penjaga
urusanku, dan perbaikilah untukku duniaku yang di
dalamnya
adalah kehidupanku, dan perbaikilah untukku
akhiratku
yang kepadanya aku kembali, dan jadikanlah
kehidupan
(ini) menambah untukku dalam setiap kebaikan,
dan
kematian menghentikanku dari setiap kejahatan. Ya
Allah
bebaskanlah aku dari (siksa) api Neraka, dan
lapangkanlah
untukku ritki yang halal, dan palingkanlah
daripadaku
kefasikan jin dan manusia, wahai Dzat Yang
Hidup
dan terus menerus mengurus (makhluk-Nya)"
2.
"Wahai Tuhan kami, berikanlah kepada kami kebaikan di
dunia
dan kebaikan di akhirat dan jagalah kami dari siksa
Neraka.
Wahai Dzat Yang Hidup lagi terus menerus
mengurus
(makhluk-Nya), wahai Dzat Yang Memiliki
Keagungan
dan Kemulyaan. "
3.
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon hal-hal yang
menyebabkan
(turunnya) rahmat-Mu, ketetapan ampunan-
Mu,
keteguhan dalam kebenaran dan mendapatkan segala
kebaiikan,
selamat dari segala dosa, kemenangan dengan
(mendapat)
Surga serta selamat dari Neraka. Wahai Dzat
Yang
Maha Hidup dan terus menerus mengurusi makhluk-
Nya,
Wahai Dzat yang memiliki Keagungan dan Kemuliaan."
4.
"Ya Allah, aku memohon kepada-Mu pintu-pintu kebajikan,
kesudahan
(hidup) dengannya serta segala yang
menghimpunnya,
secara lahir-batin, di awal maupun di
akhirnya,
secara terang- terangan maupun rahasia. YaAllah,
kasihilah
keterasinganku di dunia dan kasihilah kengerianku
di
dalam kubur serta kasihilah berdiriku di hadapanmu kelak
di
akhirat. Wahai Dzat Yang Mahahidup, yang memiliki
Keagungan
dan Kemuliaan. "
5.
"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu petunjuk,
ketakwaan,
'afaaf (pemeliharaan dari segala yang tidak baik)
serta
kecukupan. "
6.
"Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun,
mencintai
pengampunan maka ampunilah aku. "
7.
"Ya Allah, aku mengharap rahmat-Mu maka janganlah
Engkau
pikulkan (bebanku) kepada diriku sendiri meski
hanya
sekejap mata, dan perbaikilah keadaanku seluruhnya,
tidak
ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. "
8.
"Ya Allah, jadikanlah kebaikan sebagai akhir dari semua
urusan
kami, dan selamatkanlah kami dari kehinaan dunia
dan
siksa akhirat. "
9.
"Ya Tuhan kami, terimalah (permohonan) kami,
sesungguhnya
Engkau Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui,
wahai Dzat Yang Maha Hidup, yang memiliki
keagungan
dan kemuliaan. "
"Semoga
shalawat dan salam dilimpahkan kepada Nabi
Muhammad,
segenap keluarga dan para sahabatnya. "
BERPISAH
DENGAN RAMADHAN
isebutkan
dalam Shahihain sebuah hadits yang
diriwayatkan
oleh Abu Hurairah radhiallahu 'anhu,
bahwa
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa
puasa bulan Ramadhan karena iman dan
mengharap
pahala dar i (Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya
yang
telah lalu. "
Dan
dalam Musnad Imam Ahmad dengan sanad hasan
disebutkan:
"Dan (dosanya) yang Kemudian. "
"Barangsiapa
mendirikan shalat pada malam Lailatul Qadar,
karena
iman dan mengharap pahala dari Allah niscaya diampuni
dosa-dosanya
yang telah lalu, dan barangsiapa mendirikan
shalat
malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap
pahala
dari (Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah
lalu."
An-Nasa'i menambahkan: "Diampuni dosanya, baik yang
telah
lalu maupun yang datang belakangan. "
Ibnu
Hibban dan A1Baihaqi meriwayatkan dari Abu Sa'id, bahwa
Rasulullah
shallallahu 'alihi wasallam bersabda :
"Barangsiapa
berpuasa di bulan Ramadhan dan mengetahui
batas-batasnya
(ketentuan -ketentuannya) serta memelihara
hal-hal
yang harus dijaga, maka dihapus dosanya yang telah
lalu.
"
Ampunan
dosa tergantung pada terjaganya sesuatu yang harus
dijaga
seperti melaksanakan kewajiban-kewajiban dan
meninggalkan
segala yang haram. Mayoritas ulama berpendapat
bahwa
ampunan dosa tersebut hanya berlaku pada dosa-dosa
kecil,
hal itu berdasarkan hadits riwayat Muslim, bahwasanya
Nabi
shallallahu 'alihi wasallam bersabda:
"Shalat
lima waktu, Jum'at sampai dengan Jum'at berikutnya
dan
Ramadhan sampai Ramadhan berikutnya adalah penghapus
dosa
yang terjadi di antara waktu-waktu tersebut, selama dosadosa
besar
ditinggalkan. "
Hadits
ini memiliki dua konotasi :
Pertama
: Bahwasanya penghapusan dosa itu terjadi dengan
syarat
menghindari dan menjauhi dosa-dosa besar.
Kedua
: Hal itu dimaksudkan bahwa kewajiban-kewajiban
tersebut
hanya menghapus dosa-dosa kecil. Sedangkan jumhur
ulama
berpendapat, bahwa hal itu harus disertai dengan taubat
nashuha
(taubat yang semurni-murninya) .
Hadits
Abu Hurairah di atas menunjukkan bahwa tiga faktor ini
yakni
puasa, shalat malam di bulan Ramadhan dan shalat pada
malam
Lailatul Qadar, masing-masing dapat menghapus dosa
yang
telah lampau, dengan syarat meninggalkan segala bentuk
dosa
besar.
Dosa
besar adalah sesuatu yang mengandung hukuman tertentu
di
dunia atau ancaman keras di akhirat; seperti zina, mencuri,
minum
arak, melakukan praktek riba, durhaka terhadap orang
tua,
memutuskan tali keluarga dan memakan harta anak yatim
secara
zhalim dan semena-mena.
Dalam
firman-Nya, Allah Ta 'ala menjamin orang-orang yang
menjauhi
dosa besar akan diampuni semua dosa kecil mereka:
"Jika
kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang
kamu
dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus
kesalahan-kesalahanmu
(dosa-dosa kecilmu) dan Kami
memasukkanmu
ke tempat yang mulia (Surga). "(An-Nisaa':
31).
Barangsiapa
melaksanakan puasa dan amal kebajikan lainnya
secara
sempurna, maka ia termasuk hamba pilihan. Barangsiapa
yang
curang dalam pelaksanaannya, maka Neraka Wail pantas
untuknya.
Jika Neraka Wail diperuntukkan bagi orang yang
mengurangi
takaran di dunia, bagaimana halnya dengan
mengurangi
takaran agama.
Ketahuilah
bahwa para salafus shalih sangat bersungguhsungguh
dalam
mengoptimalkan semua pekerjaannya, lantas
memperhatikan
dan mementingkan diterimanya amal tersebut
dan
sangat khawatir jika ditolak. Mereka itulah orang-orang
yang
diganjar sesuai dengan perbuatan mereka sedangkan
hatinya
selalu gemetar (karena takut siksa Tuhannya).
Mereka
lebih mementingkan aspek diterimanya amal daripada
bentuk
amal itu sendiri, mengenai hal ini Allah Ta 'ala berf irman:
"Sesungguhnya
Allah hanya menerima (korban) dari orangorang
yang
bertaqwa. " (Al-Maa'idah:27).
Oleh
karena itu mereka berdo'a (memohon kepada Allah)
selama
6 (enam) bulan agar dipertemukan lagi dengan bulan
Ramadhan,
kemudian berdo'a lagi selama 6 (enam) bulan
berikutnya
agar semua amalnya diterima.
Banyak
sekali sebat-sebab didapatnya ampunan di bulan
Ramadhan
oleh karena itu barangsiapa yang tidak mendapatkan
ampunan
tersebut, maka sangatlah merugi. Nabi Shallallahu
'alaihi
wasallam bersabda:
"Jibril
mendatangiku seraya berkata; 'Barangsiapa yang
mendapati
bulan Ramadhan, lantas tidak mendapatkan
ampunan,
kemudian mati, maka ia masuk Neraka serta
dijauhkan
Allah (dari rahmat-Nya). 'Jibril berkata lagi;'Ucapkan
amin'
maka kuucapkan, 'Amin.' " (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu
Khuzaimah)
Ketahuilah
saudaraku, bahwasanya puasa di bulan Ramadhan,
melaksanakan
shalat di malam harinya dan pada malam Lailatul
Qadar,
bersedekah, membaca Al-Qur'an, banyak berdzikir dan
berdo'a
serta mohon ampunan dalam bulan mulia ini merupakan
sebab
diberikannya ampunan, jika tidak ada sesuatu yang
menjadi
penghalang, seperti meninggalkan kewajiban ataupun
melanggar
sesuatu yang diharamkan. Apabila seorang muslim
melakukan
berbagai faktor yang membuatnya mendapat
ampunan
dan tiada sesuatu pun yang menjadi penghalang
baginya,
maka optimislah untuk mendapatkan ampunan. Allah
Ta
'ala berfirman :
"
Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang
bertaubat,
beriman dan beramal shalih, kemudian tetap dijalan
yang
benar. " (Thaaha : 82).
Yakni
terus melakukan hal-hal yang menjadi sebab didapatnya
ampunan
hingga dia mati. Yaitu keimanan yang benar, amal
shalih
yang dilakukan semata-mata karena Allah, sesuai dengan
tuntunan
As-Sunnah dan senantiasa dalam keadaan demikian
hingga
mati. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan
sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu apa yang
diyakini
(ajal)." (AI-Hijr: 99).
Di
sini Allah tidak menjadikan batasan waktu bagi amalan
seorang
mukmin selain kematian.
Jika
keberadaan ampunan dan pembebasan dari api neraka itu
tergantung
kepada puasa Ramadhan dan pelaksanaan shalat di
dalamnya,
maka di kala hari raya tiba, Allah memerintahkan
hamba-Nya
agar bertakbir dan bersyukur atas segala nikmat
yang
telah dianugerahkan kepada mereka, seperti kemudahan
dalam
pelaksanaan ibadah puasa, shalat di malam larinya,
pertolongan-Nya
terhadap mereka dalam nelaksanakan puasa
tersebut,
ampunan atas segala dosa dan pembebasan dari api
Neraka.
Maka
sudah selayaknya bagi mereka untuk memperbanyak
dzikir,
akbir dan bersyukur kepada Tuhannya serta selalu,
bertaqwa
kepada-Nya dengan sebenar-benar ; ketaqwaan.
Allah
Ta'ala berfirman :
"Dan
hendaklah kama mencukupkan bilangannya dan hendaklah
kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan
kepadamu
supaya kamu bersyukur. "(Al-Baqarah: 185).
Wahai
para pendosa -demikian halnya kita semua, janganlah
kamu
berputus asa dari rahmat Allah, karena perbuatanperbuatan
jelekmu.
Alangkah banyak orang sepertimu
yangdibebaskan
dari Neraka dalam bulan ini, berprasangka
baiklah
terhadap Tuhanmu dan bertaubatlah atas segala
dosamu,
karena sesungguhnya Allah tidak akan membinasakan
seseorang
pun melainkan karena ia membinasakan dirinya
sendiri.
Allah Ta 'ala berfirman:
"Katakanlah:
"Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas
terhadap
diri mereka sendiri, janganlah kama berputus asa dari
rahmat
Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa
semuanya.
Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagr i
Maha
Penyayang. (Az-Zumar: 53).
Sebaiknya
puasa Ramadhan diakhiri dengan istighfar
(permohonan
ampun), karena istighfar merupakan penutup
segala
amal kebajikan; seperti shalat, haji dan shalat malam.
Demikian
pula dengan majlis-majlis, sebaiknya ditutup
dengannya.
Jika majlis tersebut merupakan tempat berdzikir
maka
istighfar adalah pengukuh baginya , namun jika majlis
tersebut
tempat permainan maka istighfar berfungsi sebagai
pelebur
dan penghapus dosa. (Lihat kitab Lathaaiful-Ma'aarif;
oleh
Ibnu Rajab, hlm. 220-228)
PERINGATAN
:
Sebagian
orang apabila datang bulan Ramadhan, mereka
bertaubat,
mendirikan shalat dan melaksanakan badah puasa.
Namun
jika Ramadhan lewat mereka kembali meninggalkan
shalat
dan melakukan perbuatan maksiat. Mereka inilah
seburuk-buruk
manusia, karena mereka tidak mengenal Allah
kecuali
di bulan Ramadhan saja. Tidakkah mereka tahu bahwa
pemilik
bulan-bulan itu adalah Satu, berbagai bentuk
kemaksiatan
adalah haram di setiap waktu dan Allah Maha
Mengetahui
setiap gerak-gerik mereka di mana saja dan kapan
saja.
Maka sebaiknya mereka cepat-cepat bertaubat nashuha,
yakni
dengan meninggalkan berbagai bentuk kemaksiatan,
menyesalinya
dan bertekad untuk tidak mengulanginya di masa
mendatang,
sehingga taubatnya diterima Allah dan diampuni
segala
dosanya. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan
bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orangorangyang
beriman
supaya kamu beruntung. (An-Nuur: 31).
Dan
dalam ayat yang lain Allah Ta 'ala berf irman :
"
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah
dengan
taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan
kamu
akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan
memasukkan
kamu ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai
" (At-Tahrim: 8).
Barangsiapa
mohon ampunan kepada Allah dengan lisannya,
namun
hatinya tetap terpaut dengan kemaksiatan dan bertekad
untuk
kembali melakukannya selepas Ramadhan, lalu dia benarbenar
melaksanakan
niatnya tersebut, maka puasanya tertolak
dan
tidak diterima.
Aku
mohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya,
Dzat
yang tiada Tuhan yang haq kecuali Dia, Yang Maha hidup
dan
Berdiri Sendiri. Tuhanku, ampunilah dosaku dan terimalah
taubatku
karena sesungguhnya hanya Engkaulah Yang Maha
Menerima
taubat dan Maha Penyayang. Ya Allah aku telah
berbuat
banyak kezhaliman terhadap diriku sendiri dan tiada
yang
dapat mengampuni dosa melainkan Engkau, maka
ampunilah
aku dengan ampunan dari sisi-Mu dan rahmatilah
aku,
sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha
Penyayang.
Semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan
kepada
Nabi Muhammad, segenap keluarga dan para sahabat
beliau.
CATATAN
PENTING
Pada
bulan Ramadhan tidak sedikit orang yang membuat
berbagai
variasi pada menu makanan dan minuman
mereka.
Walaupun hal itu diperbolehkan, tetapi tidak
dibenarkan
israf (erlebih-lebihan) dan melampaui batas. Justeru
seharusnya
adalah menyederhanakan makanan dan minuman.
Allah
Ta 'ala berf irman :
"Makan
dan minumlah dan janganlah kalian berbuat israf
(berlebih-lebihan),
sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang
yang
berbuat israf. " (Al-A'raaf: 31),
Ayat
ini termasuk pangkal ilmu kedokteran. Sebagian salaf
berkomentar:
"Allah mengklasifikasikan seluruh ilmu kedokteran
hanya
dalam setengah ayat," lantas membacakan ayat ini.
(Lihat
Tafsir Ibnu Katsir 2/210.)
Ayat
ini menganjurkan makan dan minum yang merupakan
penopang
utama bagi kelangsungan hidup seseorang, kemudian
melarang
berlebih-lebihan dalam hal tersebut karena dapat
membahayakan
tubuh. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
"Makanlah,
minumlah, berpakaianlah dan bersedekahlah tanpa
disertai
dengan berlebih-lebihan dan kesombongan. " (HR. Abu
Daud
dan Ahmad, Al-Bukhari meriwayatkannya secara mu'allaq)
Nabi
shallallahu halaihi wasallam bersabda lagi :
1 'Tiada
tempat yang lebih buruk, yang dipenuhi anak Adam
daripada
perutnya, cukuplah bagi mereka beberapa suap yang
dapat
menopang tulang punggungnya (penyambung hidupnya)
jika
hal itu tidak bisa dihindar i maka masing-masing sepertiga
bagian
untuk makanannya, minumnya dan nafasnya. " (HR.
Ahmad,
An-Nasaa'i, Ibnu Majah dan At-Tfrmidzi, beliau
berkomentar:
Hadits ini Hasan, dan hadits ini merupakan dasar
utama
bagi semua dasar ilmu kedokteran). (Lihat Al Majmu'atul
Jalilah,
hlm. 452.)
Malik
bin Dinar radhiallahu'anhu berkata: "Tidak pantas bagi
seorang
mukmin menjadikan perutnya sebagai tujuan utama,
dan
nafsu syahwat mengendalikan dirinya."
Sufyan
Ats-Tsauri rahimahullah berkata: "Jika Anda
menghendaki
badan sehat dan tidur sedikit, maka makanlah
sedikit
saja."
Dari
Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam
bersabda:
"Sungguh,
di antara yang paling aku khawatirkan menimpa
kamu
sekalian adalah nafsu yang menyesatkan dalam perut dan
kemaluanmu
serta hal-hal yang dapat menyesatkan hawa nafsu.
"
(HR.Ahmad).
Ketahuilah,
bahwa dampak teringan akibat berlebih-lebihan
dalam
makan dan minum adalah banyak tidur dan malas
melaksanakan
shalat tarawih serta membaca Al-Qur'an, balk di
waktu
malam atau di siang hari. Barangsiapa yang banyak
makan
dan minumnya, maka akan banyak tidurnya sehingga
tidak
sedikit kerugian yang menimpanya
Karena
ia telah menyia-nyiakan detik-detik Ramadhan yang
mulia
dan sangat berharga yang tidak dapat digantikan dengan
waktu
lain serta tidak ada yang menyamainya. Ketahuilah
bahwa
waktumu terbatas dan detak nafasmu terkalkulasi rapi,
sedangkan
dirimu nanti akan dimintai pertanggungjawaban atas
waktumu,
dan kamu akan diganjar atas perbuatan yang kamu
lakukan
di dalamnya. Maka janganlah sekali-kali kamu menyianyiakannya
tanpa
amal perbuatan dan jangan kamu biarkan
umurmu
pergi percuma, terutama pada bulan dan musim yang
mulia
dan agung ini.
Jika
diperhatikan, banyak manusia yang menghabiskan
siang
hari di bulan Ramadhan hanya untuk tidur
mendengkur,
sementara malamnya mereka habiskan
untuk
mengobrol dan bermain-main, sehingga mereka tidak
merasakan
puasa sedikit pun bahkan tidak sedikit yang
meninggalkan
shalat berjamaah -semoga Allah menunjukinya.
Hal
ini mengandung bahaya dan kerugian yang sangat besar
bagi
mereka, karena Ramadhan adalah musim segala ibadah
seperti
melaksanakan shalat, puasa, membaca Al-Qur'an, dzikir,
berdo'a
dan mohon ampunan. Ramadhan merupakan bilangan
hari,
yang berlalu dengan cepat dan menjadi saksi ketaatan bagi
2. orang-orang
yang taat, sekaligus sebagai saksi bagi para tukang
maksiat
atas semua perbuatan maksiatnya.
Seyogyanya
setiap muslim selalu memanfaatkan waktunya
dalam
hal-hal yang berguna, janganlah memperbanyak makan
di
malam hari dan tidur di slang hari, jangan pula menyianyiakan
sedikit
pun waktunya tanpa berbuat amal shalih atau
mendekatkan
diri kepada Tuhannya.
Diriwayatkan
dari Hasan Al-Bashri rahimahullah, bahwasanya ia
berkata:
"Sesungguhnya
Allah Ta'ala menjadikan bulan Ramadhan
sebagai
saat untuk berlomba-lomba dalam amal kebajikan dan
bersaing
dalam melakukan amal shalih. Maka satu kaum
mendahului
lainnya dan mereka menang, sedangkan yang lain
terlambat
dan mereka pun kecewa."
Ketahuilah
bahwa slang dan malam hari itu merupakan gudang
bagi
manusia yang sarat dengan simpanan amal baik atau
buruknya.
Kelak pada hari Kiamat akan dibuka gudang ini untuk
(diperlihatkan
dan diserahkan kepada) pemiliknya. Orang-orang
yang
bertakwa akan mendapati simpanan mereka berupa
penghargaan
dan kemuliaan, sedangkan orang-orang pendosa
yang
menyia-nyiakan waktunya akan mendapatkan kerugian
dan
penyesalan.
Sebagian
orang malah begadang sepanjang malam,
yang
hal tersebut hanya membawa dampak negatif, baik
berupa
obrolan kosong, permainan yang tidak ada
manfaatnya
ataupun keluyuran di jalanan.
Mereka
makan sahur di pertengahan malam dan tertidur
sehingga
tidak melaksanakan shalat Shubuh berjamaah. Dalam
hal
inl banyak hal-hal yang dilarang, di antaranya adalah:
a.
Begadang tanpa manfaat, padahal Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam
sangat membenci tidur sebelum shalat Isya' dan
berbicara
sesudahnya, kecuali dalam hal-hal yang baik,
sebagaimana
disebutkan dalam hadits riwayat Ibnu Mas'ud :
"Tidak
diperkenankan bercakapcakap di malam hari kecuali
bagi
orang yang sedang mengerjakan shalat atau sedang
bepergian.
" (HR. Ahmad, As-Suyuti menandainya sebagai
hadits
hasan).
b.
Tersia-siakannya waktu yang amat mahal di bulan
Ramadhan
dengan percuma, padahal manusia akan merugi
sekali
dari setiap waktunya yang berlalu tanpa diisi dengan
dzikir
sedikit pun kepada Allah.
c.
Mendahulukan sahur sebelum saat yang dianjurkan dan
disunnahkan
yakni di akhir malam sebelum fajar.
d.
Dan musibah terbesar adalah ia tertidur hingga
meninggalkan
shalat Shubuh tepat pada waktunya dengan
berjamaah,
padahal pahalanya sebanding dengan
3. melaksanakan
shalat separuh malam bahkan semalam
suntuk,
sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat
Utsman
radhiallahu 'anhu bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam
bersabda:
"Barangsiapa
mendir ikan shalat Isya' dengan
berjamaah;maka
ia bagaikan melaksanakan shalat separuh
malam;
dan barangsiapa shalat shubuh berjamaah maka ia
bagaikan
shalat semalam suntuk. " (HR. Muslim).
Oleh
karena itu, mereka yang selalu mengakhirkan shalat dan
bermalas-malasan
dalam melaksanakannya serta menghalangi
dirinya
sendiri dari keutamaan dan pahala shalat berjamaah
yang
agung berarti memiliki sifat-sifat orang munafik.
Allah
Ta 'ala berfirman : "Sesungguhnya orang-orang munafik
itu
menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka; Dan
apabila
mereka mendirikan shalat mereka mendirikannya
dengan
malas." ( An-Nisaa': 142).
Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya
shalat yang terberat bagi orang-orang munaf ik
adalah
shalat Isya' dan Shubuh, jika mereka mengetahui
pahalanya,
niscaya mereka mendatanginya kendatipun dengan
merangkak."
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Maka
sudah selayaknya -terutama di bulan Ramadhan- setiap
muslim
segera tidur setelah melaksanakan shalat tarawih, lain
secepatnya
bangun di akhir malam, kemudian shalat malam dan
menyibukkan
diri dengan dzikir, do'a, istighfar dan taubat
sebelum
dan seusai sahur hingga shalat fajar.
Tetapi
lebih utama lagi jika ia habiskan malam harinya dengan
membaca
dan mempelajari Al-Qur'an, sebagaimana yang telah
dilakukan
Nabi shallallahu a'alaihi wasallam bersama Jibril
'alaihis
salam.
Allah
Ta'ala memuji dan menyanjung orang-orang yang
memohon
ampunan di akhir malam, sebagaimana dalam f irman-
Nya
: "Mereka sedikit sekali ridur di malam hari, dan di akhirakhir
malam
mereka memohon ampunan kepada Allah). " (Adz-
Dzaariyaat:17-l8).
Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah Ta'ala turun ke
langit
dunia setiap malam sewaktu malam tinggal sepertiga
bagian
akhir, lantas berfirman, 'Barangsiapa berdo'a akan Aku
kabulkan.
Barangsiapa yang memohon pasti Aku perkenankan.
Barangsiapa
minta ampun niscaya Aku mengampuninya, hingga
terbit
fajar. " (HR. Muslim)
Maka
sudah sepantasnya bagi setiap muslim yang selalu
berharap
rahmat Tuhannya dan takut terhadap siksaNyamemanfaatkan
kesempatan
penting ini, dengan berdo'a dan
mohon
ampun kepada Allah untuk dirinya, kedua orang tuanya,
anak-anaknya,
segenap kaum muslimin dan para penguasanya.
Memohon
ampun dan bertaubat kepada Allah di setiap malam
bulan
Ramadhan dan di setiap saat dari umurnya yang terbatas
sebelum
maut menjemput, amal perbuatan terputus dan
penyesalan
berkepanjangan. Allah Ta'ala berfirman :
"Dan
bertaubatlah kalian semua orang-orang yang beuiman
supaya
kalian beruntung. " (An-Nuur: 31),
Ya
Allah terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau Maha
Penerima
taubat dan Maha Penyayang.
Semoga
shalawat dan salam selalu dilimpahkan ke haribaan
Nabi
Muhammad, segenap keluarga dan para sahabatnya.
ZAKAT
FITRAH
iantara
dalil yang menganjurkan untuk menunaikan
zakat
fitrah adalah :
1.
Firman Allah Ta'ala:
"Sesungguhnya
beruntunglah orang yang membersihkan dir i
(dengan
beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia
shalat"
(Al-A'la: 14-15)
2.
Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu
'anhu,
ia berkata :
"
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mewajibkan zakat
fitrah
bagi orang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki dan
perempuan,
anak-anak dan orang dewasa dari kaum muslimin.
Beliau
memerintahkan agar (zakat fituah tersebut) ditunaikan
sebelum
orang-orang melakukan shalat 'Id (hari Raya) "
(Muttafaq
'Alaih)
Setiap
muslim wajib membayar zakat fitrah untuk dirinya dan
orang
yang dalam tanggungannya sebanyak satu sha' (+- 3 kg)
dari
bahan makanan yang berlaku umum di daerahnya. Zakat
tersebut
wajib baginya jika masih memiliki sisa makanan untuk
diri
dan keluarganya selama sehari semalam.
Zakat
tersebut lebih diutamakan dari sesuatu yang lebih
bermanfaat
bagi fakir miskin.
Adapun
waktu pengeluarannya yang paling utama adalah
sebelum
shalat 'Id, boleh juga sehari atau dua lari sebelumnya,
dan
tidak boleh mengakhirkan mengeluaran zakat fitrah setelah
hari
Raya.
Dari
Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma : "Rasulullah shallallahu
'alaihi
wasallam telah mewajibkan zakat fihrah sebagai penyuci
orang
yang berpuasa dari kesia-siaan dan ucapan kotor, dan
sebagai
pemberian makan kepada fakir miskin.
"Barangsiapa
yang mengeluarkannya sebelum shalat 'Id, maka
zakatnya
diterima, dan barang siapa yang membayarkannya
setelah
shalat 'Id maka ia adalah sedekah biasa. "(HR. Abu Daud
dan
Ibnu Majah, (Dan diriwayatkan pula Al Hakim, beliau
berkata
: shahih menurut kriteria Imam Al-Bukhari.)
Zakat
fitrah tidak boleh diganti dengan nilai nominalnya.
Berdasarkan
hadits Abu Said Al Khudhri yang menyatakan
bahwa
zakat fithrah adalah dari limajenis makanan pokok
(Muttafaq
'Alaih). Dan inilah pendapat jumhur ulama.
Selanjutnya
sebagian ulama menyatakan bahwa yang dimaksud
adalah
makanan pokok masing-masing negeri. Pendapat yang
melarang
mengeluarkan zakat fithrah dengan uang ini dikuatkan
bahwa
pada zaman Nabi shallallahu hlaihi wasallam juga
terdapat
nilai tukar (uang), dan seandainya dibolehkan tentu
beliau
memerintahkan mengeluarkan zakat dengan nilai
makanan
tersebut, tetapi beliau tidak melakukannya. Adapun
yang
membolehkan zakat fithrah dengan nilai tukar adalah
Madzhab
Hanafi.
Karena
hal itu tidak sesuai dengan ajaran Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam.
Dan diperbolehkan bagi jamaah (sekelompok
manusia)
membeyikan jatah seseorang, demikian pula
seseorang
boleh memberikan jatah orang banyak.
Zakat
fitrah tidak boleh diberikan kecuali hanya kepada fakir
miskin
atau wakilnya. Zakat ini wajib dibayarkan ketika
terbenamnya
matahari pada malam 'Id. Barangsiapa meninggal
atau
mendapat kesulitan (tidak memiliki sisa makanan bagi diri
dan
keluarganya, pen.) sebelum terbenamnya matahari, maka
dia
tidak wajib membayar zakat fitrah. Tetapi jika ia
mengalaminya
seusai terbenam matahari, maka ia wajib
membayarkannya
(sebab ia belum terlepas dari tanggungan
membayar
fitrah).
Hikmah
disyari'atkannya Zahat Fitrah
Di
antara hikmah disyari'atkannya zakat fitrah adalah :
1.
Zakat fitrah merupakan zakat diri, di mana Allah
memberikan
umur panjang baginya sehingga ia bertahan
dengan
nikmat-l\lya.
2.
Zakat fitrah juga merupakan bentuk pertolongan kepada
umat
Islam, baik kaya maupun miskin sehingga mereka
dapat
berkonsentrasi penuh untuk beribadah kepada Allah
Ta'ala
dan bersukacita dengan segala anugerah nikmat-Nya.
3.
Hikmahnya yang paling agung adalah tanda syukur orang
yang
berpuasa kepada Allah atas nikmat ibadah puasa.
(Lihat
Al Irsyaad Ila Ma'rifatil Ahkaam, oleh Syaikh Abd.
Rahman
bin Nashir As Sa'di, hlm. 37. )
4.
Di antara hikmahnya adalah sebagaimana yang terkandung
dalam
hadits Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma di atas, yaitu
puasa
merupakan pembersih bagi yang melakukannya dari
kesia-siaan
dan perkataan buruk, demikian pula sebagai
salah
satu sarana pemberian makan kepada fakir miskin.
Ya
Allah terimalah shalat. kami, zakat dan puasa kami serta
segala
bentuk ibadah kami sesungguhnya Engkau Mahakuasa
atas
segala sesuatu.
Shalawat
dan salam semoga dilimpahkan selalu kepada Nabi
Muhammad,
segenap keluarga dan sahabatnya. Amin.
HARI
RAYA
ari
raya adalah saat berbahagia dan bersuka
cita.
Kebahagiaan dan kegembiraan kaum
mukminin
di dunia adalah karena Tuhannya,
yaitu
apabila mereka berhasil menyempurnakan ibadahnya dan
memperoleh
pahala amalnya dengan kepercayaan terhadap
janji-Nya
kepada mereka untuk mendapatkan anugerah dan
ampunan-Nya.
Allah Ta 'ala berfirman :
"Katakanlah:
"Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah
dengan
itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya
itu
adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. "
(Yunus:
58).
Sebagian
orang bijak berujar: "Tiada seorang pun yang
bergembira
dengan selain Allah kecuali karena kelalaiannya
terhadap
Allah, sebab orang yang lalai selalu bergembira dengan
permainan
dan hawa nafsunya, sedangkan orang yang berakal
merasa
Senang dengan Tuhannya."
Ketika
Nabi shallallahu alaihi wasallam tiba di Madinah, kaum
Anshar
memiliki dua hari istimewa, mereka bermain-main di
dalamnya,
maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Allah
telah memberi ganti bagi kalian dua hari yang jauh lebih
baik,
(yaitu) 'Idul fitri dan 'Idul Adha (HR. Abu Daud dan An-
Nasa'i
dengan sanad hasan).
Hadits
ini menunjukkan bahwa menampakka rasa suka cita di
hari
Raya adalah sunnah da disyari'atkan. Maka diperkenankan
memperluas
hari Raya tersebut secara menyeluruh kepada
segenap
kerabat dengan berbagai hal yang tidak diharamkan
yang
bisa mendatangkan kesegaran badan dan melegakan jiwa,
tetapi
tidak menjadikannya lupa untuk ta'at kepada Allah.
Adapun
yang dilakukan kebanyakan orang di saat hari Raya
dengan
berduyun-duyun pergi memenuhi berbagai tempat
hiburan
dan permainan adalah tidak dibenarkan, karena hal itu
tidak
sesuai dengan yang disyari'atkan bagi mereka seperti
melakukan
dzikir kepada Allah. Hari Raya tidak identik dengan
hiburan,
permainan dan penghambur-hamburan (harta), tetapi
hari
Raya adalah untuk berdzikir kepada Allah dan bersungguhsungguh
dalam
beribadah. Makanya Allah gantikan bagi umat ini
dua
buah hari Raya yang sarat dengan hiburan dan permainan
dengan
dua buah Hari Raya yang penuh dzikir, syukur dan
ampunan.
Di
dunia ini kaum mukminin mempunyai tiga hari Raya: hari
Raya
yang selalu datang setiap minggu dan dua hari Raya yang
masing-masing
datang sekali dalam setiap tahun.
Adapun
hari Raya yang selalu datang tiap minggu adalah hari
Jum'at,
ia merupakan hari Raya mingguan, terselenggara
sebagai
pelengkap (penyempurna) bagi shalat wajib lima kali
yang
merupakan rukun utama agama islam setelah dua kalimat
syahadat.
Sedangkan
dua hari Raya yang tidak berulang dalam waktu
setahun
kecuali sekali adalah:
'Idul
Fitri setelah puasa Ramadhan, hari raya ini
terselenggara
sebagai pelengkap puasa Ramadhan yang
merupakan
rukun dan asas Islam keempat. Apabila
kaum
muslimin merampungkan puasa wajibnya, maka mereka
berhak
mendapatkan ampunan dari Allah dan terbebas dari api
Neraka,
sebab puasa Ramadhan mendatangkan ampunan atas
dosa
yang lain dan pada akhirnya terbebas dari Neraka.
Sebagian
manusia dibebaskan dari Neraka padahal dengan
berbagai
dosanya ia semestinya masuk Neraka, maka Allah
mensyari'atkan
bagi mereka hari Raya setelah menyempurnakan
puasanya,
untuk bersyukur kepada Allah, berdzikir dan bertakbir
atas
petunjuk dan syari'at-Nya berupa shalat dan sedekah pada
hari
Raya tersebut.
Hari
Raya ini merupakan hari pembagian hadiah, orang-orang
yang
berpuasa diberi ganjaran puasanya, dan setelah hari Raya
tersebut
mereka mendapatkan ampunan.
'Idul
Adha Oiari Raya Kurban), ia lebih agung dan utama
daripada
'Idul Fitri. Hari Raya ini terselenggara sebagai
penyempurna
ibadah haji yang merupakan rukun Islam
kelima,
bila kaum muslimin merampungkan ibadah hajinya,
niscaya
diampuni dosanya.
Inilah
macam-macam hari Raya kaum muslimin di dunia,
semuanya
dilaksanakan saat rampungnya ketakwaan kepada
Yang
Maha Menguasai dan Yang Maha Pemberi, di saat mereka
berhasil
memperoleh apa yang dijanjikan-Nya berupa ganjaran
dan
pahala. (Lihat Lathaa'iful Ma'arif, oleh Ibnu Rajab, hlm.
255-258)
PETUNJUK
NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WASALLAM
TENTANG
HARI RAYA
ada
saat hari Raya 'Idul Fitri, Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam
mengenakan pakaian terbaiknya dan
makan
kurma -dengan bilangan ganjil tiga, lima
atau
tujuh- sebelum pergi melaksanakan shalat 'Id. Tetapi
pada'Idul
Adha beliau tidak makan terlebih dahulu sampai beliau
pulang,
setelah itu baru memakan sebagian daging binatang
sembelihannya.
Beliau
mengakhirkan shalat 'Idul Fitri agar kaum muslimin
memiliki
kesempatan untuk membagikan zakat fitrahnya, dan
mempercepat
pelaksanaan shalat 'Idul Adha supaya kaum
muslimin
bisa segera menyembelih binatang kurbannya.
Mengenai
hal tersebut, Allah Ta 'ala berf irman :
"Maka
dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah " (Al
Kautsar:
2).
Ibnu
Umar sungguh dalam mengikuti sunnah Nabi shallallahu
'alaihi
wasallam tidak keluar untuk shalat 'Id kecuali setelah
terbit
matahari, dan dari rumah sampai ke tempat shalat beliau
senantiasa
bertakbir.
Nabi
shallallahu blaihi wasallam melaksanakan shalat' Id
terlebihdahulu
baru berkhutbah, dan beliau shalat duaraka'at.
Pada
rakaat pertama beliau bertakbir 7 kali berturut-turut
dengan
Takbiratul Ihram, dan berhenti sebentar di antara tiap
takbir.
Beliau tidak mengajarkan dzikir tertentu yang dibaca saat
itu.
Hanya saja ada riwayat dari Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu,
ia
berkata: "Dia membaca hamdalah dan memuji Allah Ta 'ala
serta
membaca shalawat.
Dan
diriwayatkan bahwa Ibnu Umar mengangkat kedua
tangannya
pada setiap bertakbir.
Sedangkan
Nabi shallallah u 'alaihi wasallam setelah bertakbir
membaca
surat Al-Fatihah dan "Qaf" pada raka'at pertama serta
surat
"Al-Qamar" di raka'at kedua.
Kadang-kadang
beliau membaca surat "Al-A'la" pada raka'at
pertama
dan "Al-Ghasyiyah" pada raka'at kedua. Kemudian
beliau
bertakbir lalu ruku' dilanjutkan takbir 5 kali pada raka'at
kedua
lain membaca Al-Fatihah dan surat. Setelah selesai beliau
menghadap
ke arah jamaah, sedang mereka tetap duduk di shaf
masing-masing,
lalu beliau menyampaikan khutbah yang berisi
wejangan,
anjuran dan larangan.
Beliau
selalu melalui jalan yang berbeda ketika yang terkenal
sangat
bersungguh-mengikuti sunnah Nabi shallallahu berangkat
dan pulang
(dari shalat) 'Id.' Beliau selalu mandi sebelum shalat
'Id.
Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa memulai setiap
khutbahnya
dengan hamdalah, dan bersabda :
"Setiap
perkara yang tidak dimulai dengan hamdalah, maka ia
terputus
(dari berkah). " (HR.Ahmad dan lainnya).
Dari
Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, ia berkata :
"Bahwasanya
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menunaikan
shalat
'Id dua raka'at tanpa disertai shalat yang lain baik
sebelumnya
ataupun sesudahnya. " (HR. Al Bukhari dan Muslim
dan
yang lain).
Hadits
ini menunjukkan bahwa shalat 'Id itu hanya dua raka'at,
demikian
pula mengisyaratkan tidak disyari'atkan shalat sunnah
yang
lain, baik sebelum atau sesudahnya. Allah Mahatahu segala
sesuatu,
shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan
kepada
Nabi Muhammad, seluruh anggota keluarga dan segenap
sahabatnya.
KEUTAMAAN
PUASA ENAM HARI DI BULAN SYAWAL
bu
Ayyub Al-Anshari radhiallahu 'anhu
meriwayatkan,
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda
:
"Barangsiapa
berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu
menyambungnya
dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal,
maka
(pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun . (HR.
Muslim).
Imam
Ahmad dan An-Nasa'i, meriwayatkan dari Tsauban, Nabi
shallallahu
'alaihi wasalllam bersabda:
"Puasa
Ramadhan (ganjarannya) sebanding dengan (puasa)
sepuluh
bulan, sedangkan puasa enam hari (di bulan Syawal,
pahalanya)
sebanding dengan (puasa) dua bulan, maka itulah
bagaikan
berpuasa selama setahun penuh." ( Hadits riwayat
Ibnu
Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam "Shahih" mereka.)
Dari
Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam
bersabda:
"Barangsiapa
berpuasa Ramadham lantas disambung dengan
enam
hari di bulan Syawal, maka ia bagaikan telah berpuasa
selama
setahun. " (HR. Al-Bazzar) (Al Mundziri berkata: "Salah
satu
sanad yang befiau miliki adalah shahih.")
Pahala
puasa Ramadhan yang dilanjutkan dengan puasa enam
hari
di bulan Syawal menyamai pahala puasa satu tahun penuh,
karena
setiap hasanah (tebaikan) diganjar sepuluh kali lipatnya,
sebagaimana
telah disinggung dalam hadits Tsauban di muka.
Membiasakan
puasa setelah Ramadhan memiliki banyak
manfaat,
di antaranya :
1.
Puasa enam hari di buian Syawal setelah Ramadhan,
merupakan
pelengkap dan penyempurna pahala dari puasa
setahun
penuh.
2.
Puasa Syawal dan Sya'ban bagaikan shalat sunnah rawatib,
berfungsi
sebagai penyempurna dari kekurangan, karena
pada
hari Kiamat nanti perbuatan-perbuatan fardhu akan
disempurnakan
(dilengkapi) dengan perbuatan-perbuatan
sunnah.
Sebagaimana keterangan yang datang dari Nabi
shallallahu
'alaihi wasallam di berbagai riwayat. Mayoritas
puasa
fardhu yang dilakukan kaum muslimin memiliki
kekurangan
dan ketidak sempurnaan, maka hal itu
membutuhkan
sesuatu yang menutupi dan
menyempurnakannya.
3.
Membiasakan puasa setelah Ramadhan menandakan
diterimanya
puasa Ramadhan, karena apabila Allah Ta'ala
menerima
amal seorang hamba, pasti Dia menolongnya
dalam
meningkatkan perbuatan baik setelahnya. Sebagian
orang
bijak mengatakan: "Pahala'amal kebaikan adalah
kebaikan
yang ada sesudahnya." Oleh karena itu
barangsiapa
mengerjakan kebaikan kemudian
melanjutkannya
dengan kebaikan lain, maka hal itu
merupakan
tanda atas terkabulnya amal pertama.
Demikian
pula sebaliknya, jika seseorang melakukan suatu
kebaikan
lalu diikuti dengan yang buruk maka hal itu
merupakan
tanda tertolaknya amal yang pertama.
4.
Puasa Ramadhan -sebagaimana disebutkan di muka- dapat
mendatangkan
maghf irah atas dosa-dosa masa lain. Orang
yang
berpuasa Ramadhan akan mendapatkan pahalanya
pada
hari Raya'ldul Fitri yang merupakan hari pembagian
hadiah,
maka membiasakan puasa setelah 'Idul Fitri
merupakan
bentuk rasa syukur atas nikmat ini. Dan
sungguh
tak ada nikmat yang lebih agung dari
pengampunan
dosa-dosa.
Oleh
karena itu termasuk sebagian ungkapan rasa syukur
seorang
hamba atas pertolongan dan ampunan yang telah
dianugerahkan
kepadanya adalah dengan berpuasa setelah
Ramadhan.
Tetapi jika ia malah menggantinya dengan
perbuatan
maksiat maka ia termasuk kelompok orang yang
membalas
kenikmatan dengan kekufuran. Apabila ia berniat
pada
saat melakukan puasa untuk kembali melakukan
maksiat
lagi, maka puasanya tidak akan terkabul, ia
bagaikan
orang yang membangun sebuah bangunan megah
lantas
menghancurkannya kembali. Allah Ta'ala berfirman:
"Dan
janganlah kamu seperti seorang perempuan yang
menguraikan
benangnya yang sudah dipintal dengan kuat
menjadi
cerai berai kembali "(An-Nahl: 92)
5.
Dan di antara manfaat puasa enam hari bulan Syawal
adalah
amal-amal yang dikerjakan seorang hamba untuk
mendekatkan
diri kepada Tuhannya pada bulan Ramadhan
tidak
terputus dengan berlalunya bulan mulia ini, selama ia
masih
hidup.
Orang
yang setelah Ramadhan berpuasa bagaikan orang
yang
cepat-cepat kembali dari pelariannya, yakni orang
yang
baru lari dari peperangan f i sabilillah lantas kembali
lagi.
Sebab tidak sedikit manusia yang berbahagia dengan
berlalunya
Ramadhan sebab mereka merasa berat, jenuh
dan
lama berpuasa Ramadhan.
Barangsiapa
merasa demikian maka sulit baginya untuk
bersegera
kembali melaksanakan puasa, padahal orang
yang
bersegera kembali melaksanakan puasa setelah 'Idul
Fitri
merupakan bukti kecintaannya terhadap ibadah puasa,
ia
tidak merasa bosam dan berat apalagi benci.
Seorang
Ulama salaf ditanya tentang kaum yang
bersungguh-sungguh
dalam ibadahnya pada bulan
Ramadhan
tetapi jika Ramadhan berlalu mereka tidak
bersungguh-sungguh
lagi, beliau berkomentar:
"Seburuk-buruk
kaum adalah yang tidak mengenal Allah
secara
benar kecuali di bulan Ramadhan saja, padahal orang
shalih
adalah yang ber ibadah dengan sungguh-sunggguh di
sepanjang
tahun."
Oleh
karena itu sebaiknya orang yang memiliki hutang
puasa
Ramadhan memulai membayarnya di bulan Syawal,
karena
hal itu mempercepat proses pembebasan dirinya dari
tanggungan
hutangnya. Kemudian dilanjutkan dengan enam
hari
puasa Syawal, dengan demikian ia telah melakukan
puasa
Ramadhan dan mengikutinya dengan enam hari di
bulan
Syawal.
Ketahuilah,
amal perbuatan seorang mukmin itu tidak ada
batasnya
hingga maut menjemputnya. Allah Ta'ala
berfirman
: "Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang
kepadamu
yang diyakini (ajal) " (Al-Hijr: 99)
Dan
perlu diingat pula bahwa shalat-shalat dan puasa
sunnah
serta sedekah yang dipergunakan seorang hamba
untuk
mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala pada bulan
Ramadhan
adalah disyari'atkan sepanjang tahun, karena hal
itu
mengandung berbagai macam manfaat, di antaranya; ia
sebagai
pelengkap dari kekurangan yang terdapat pada
fardhu,
merupakan salah satu faktor yang mendatangkan
mahabbah
(kecintaan) Allah kepada hamba-Nya, sebab
terkabulnya
doa, demikian pula sebagai sebab dihapusnya
dosa
dan dilipatgandakannya pahala kebaikan dan
ditinggikannya
kedudukan.
Hanya
kepada Allah tempat memohon pertolongan,
shalawat
dan salam semoga tercurahkan selalu ke haribaan
Nabi,
segenap keluarga dan sahabatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar